Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) terus melakukan langkah-langkah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik yang ramah bagi kaum disabilitas. Salah satu upayanya adalah dengan menyelenggarakan Workshop Bahasa Isyarat Bagi Pelaksana Pelayanan Publik.
Menurut Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kemendes PDTT, Erlin Chaerlinatun, semangat untuk memastikan bahwa tidak ada satu pun orang yang tertinggal sesuai dengan SDGs Desa harus diperjuangkan dengan sungguh-sungguh. Dari total 23 juta masyarakat penyandang disabilitas di Indonesia, sekitar 2,9 juta di antaranya berada pada usia produktif 15-64 tahun. Ini menunjukkan bahwa penyandang disabilitas merupakan bagian penting dari pembangunan negara menuju Indonesia Emas 2045.
Erlin menekankan bahwa hak penyandang disabilitas dalam mendapatkan pelayanan publik harus ditingkatkan, karena hal tersebut mencerminkan komitmen sebuah negara terhadap inklusi dan kesetaraan bagi seluruh warganya. Pelayanan publik yang ramah terhadap kaum disabilitas melibatkan penyediaan akses yang mudah dijangkau, termasuk aksesibilitas fisik dan informasi dalam berbagai format seperti bahasa isyarat dan huruf braille.
Langkah-langkah konkret seperti membangun aksesibilitas fisik yang memadai dan menyediakan layanan dalam format yang dapat diakses oleh semua individu, tanpa memandang jenis atau tingkat disabilitas yang dimiliki, menjadi sangat penting dalam memastikan pelayanan publik yang inklusif. Selain itu, pelatihan yang berkelanjutan bagi petugas pelayanan publik untuk memahami kebutuhan dan perspektif kaum disabilitas juga diperlukan. Ini tidak hanya mencakup kemampuan teknis, tetapi juga membutuhkan empati dan pemahaman mendalam terhadap individu dengan disabilitas.
Dengan demikian, investasi dalam pelayanan publik yang baik bagi kaum disabilitas tidak hanya menjadi kewajiban moral, tetapi juga merupakan langkah penting dalam menciptakan masyarakat yang lebih inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan.
