Desa wisata Jatiluwih di Bali dipilih sebagai tujuan kunjungan bagi delegasi World Water Forum ke-10, sebuah forum air internasional terkemuka yang diadakan pada 18-25 Mei 2024. Pilihan ini menjadi kesempatan berharga bagi Indonesia untuk memperkenalkan keanekaragaman budaya dan pariwisata, terutama keindahan Bali, serta bagaimana Indonesia menjaga dan merawat sumber daya alam sebagai bagian integral dari budaya dan kehidupan.
Jatiluwih, yang diakui sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO pada tahun 2012, adalah representasi dari pengembangan pariwisata berkelanjutan di Indonesia. Sebagai salah satu contoh pariwisata berbasis keberlanjutan lingkungan, desa ini menawarkan pengalaman wisata yang berbeda, terutama dengan sistem subaknya yang terkenal. Subak adalah organisasi tradisional yang mengatur sistem irigasi untuk pertanian padi di Bali.
Selain menjadi destinasi yang mempesona bagi wisatawan, Jatiluwih juga menciptakan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat. Dengan mengarahkan pengelolaan persawahan ke konsep pertanian organik, desa ini tidak hanya meningkatkan pendapatan masyarakat tetapi juga memperhatikan kelestarian lingkungan. Pendekatan ini mencerminkan praktik pariwisata berkelanjutan yang melibatkan komunitas lokal dan mempertimbangkan dampak lingkungan.
Upaya menjaga kelestarian alam juga tercermin dalam partisipasi masyarakat dalam menjaga sumber mata air dan hutan setempat. Selain itu, desa ini menawarkan berbagai aktivitas wisata yang beragam, seperti trekking, bersepeda, demo memasak, dan kunjungan ke perkebunan lokal.
Dengan menyambut delegasi World Water Forum, Jatiluwih menunjukkan komitmennya dalam melestarikan budaya dan alam. Selain menyuguhkan pengalaman wisata yang unik, desa ini juga akan mengadakan upacara melukat, sebuah tradisi Hindu yang bertujuan untuk menyucikan jiwa. Melalui berbagai kegiatan ini, Jatiluwih menjadi contoh nyata dari bagaimana pariwisata dapat menjadi alat untuk menjaga budaya, lingkungan, dan kehidupan masyarakat lokal.