Pada Kamis, 7 November, sebanyak 27 siswa kelas 6 dari Southern Christian College, Tasmania, bersama empat guru pendamping, berkunjung ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Canberra. Dalam kunjungan ini, mereka mendapatkan pengalaman langsung mengenal budaya Indonesia melalui presentasi, bermain wayang kulit, dan belajar memainkan alat musik gamelan di Balai Wisata Budaya KBRI.
Saat pertama kali tiba, para siswa disambut oleh staf kantor Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) KBRI Canberra, yang memberi mereka gambaran umum mengenai Indonesia. Dari paparan tersebut, para siswa mendapatkan informasi tentang ibu kota, kuliner khas Indonesia, jumlah provinsi, hingga destinasi wisata populer. Berbagai fakta ini berhasil menarik rasa ingin tahu siswa, yang tampak semakin penasaran untuk mengenal Indonesia lebih dalam.
Usai presentasi, siswa dan guru diajak berkeliling di Balai Wisata Budaya, yang terletak di area samping gedung perkantoran KBRI. Di sana, mereka berkesempatan belajar memainkan wayang kulit dan mencoba gamelan Jawa. Dalam aktivitas ini, Oscar dan Lily, dua siswa yang terpilih sebagai dalang, bahkan membuat skenario spontan. Meskipun awalnya tampak gugup, keduanya cepat beradaptasi dan mulai menikmati peran mereka dengan menampilkan percakapan antar karakter.
Oscar memulai dengan bertanya, “Hai, Lily, apa rencanamu hari ini?”
Lily menjawab, “Saya ingin pergi ke pantai, karena Indonesia memiliki pantai yang indah.”
Tak hanya Oscar dan Lily, Hanna dan Craig juga mencoba menjadi dalang. Dengan antusias, mereka menggambarkan kesan pertama mereka tentang kunjungan ke KBRI. Craig bertanya kepada Hanna, “Bagaimana pendapatmu tentang kegiatan hari ini?”
“Ini sangat menyenangkan, saya menikmati semua informasi dan pelajaran yang diberikan,” jawab Hanna, disambut tepuk tangan siswa lain.
Bagi siswa Tasmania ini, bermain wayang kulit adalah pengalaman baru yang berkesan. Salah satu guru pendamping, Hugh Richardson, mengatakan bahwa siswa-siswa sangat antusias. Menurutnya, acara ini begitu berkesan sehingga ia berencana membawa siswa lain tahun depan. “Tahun depan kami pasti akan datang lagi, ini sangat menyenangkan. Anak-anak menyukainya,” ujarnya.
Setelah bermain wayang, para siswa mencoba alat musik gamelan, dibimbing langsung oleh staf kantor Atdikbud, Muhammad Nur Aziz. Agar semua siswa mendapat kesempatan, mereka dibagi menjadi dua kelompok. Aziz menjelaskan nama-nama instrumen gamelan, seperti saron, slenthem, kendang, gong, dan bonang penerus, sehingga para siswa memahami instrumen yang sedang mereka mainkan, tidak hanya sekadar mencoba.
Atdikbud Mukhamad Najib menyatakan bahwa Balai Wisata Budaya KBRI Canberra menjadi “miniatur Indonesia” yang memberi siswa pengalaman awal berinteraksi dengan budaya Indonesia. “Sejauh ini kita sudah menerima kunjungan dari tujuh sekolah. Hingga akhir tahun, beberapa sekolah lain juga sudah terjadwal untuk berkunjung,” jelasnya. Hal ini menunjukkan bahwa program ini mendapatkan respons positif dari sekolah-sekolah di Australia, yang melihatnya sebagai kesempatan belajar budaya dengan cara yang menyenangkan.
Biasanya, kunjungan berlangsung selama satu jam. Namun, jika jumlah siswa lebih dari 30, kegiatan bisa diperpanjang hingga 1,5 jam, dan jika melebihi 50, kunjungan dibagi menjadi dua sesi. Dengan pengaturan ini, kualitas pengalaman siswa dapat terjaga, sehingga materi yang disampaikan pun lebih optimal dan bervariasi.
Pengalaman interaktif seperti ini bukan sekadar memberikan pengetahuan budaya, tetapi juga memperkuat hubungan antarbangsa sejak usia dini. Dengan kegiatan seperti ini, siswa tidak hanya belajar budaya, tetapi juga membuka wawasan mereka untuk melihat keberagaman yang ada di dunia, khususnya di Indonesia.