Ekspor aluminium ekstrusi Indonesia ke Amerika Serikat (AS) berpeluang untuk kembali meningkat setelah Otoritas Penyelidik AS memutuskan untuk menghentikan penyelidikan terkait bea masuk antidumping (BMAD) dan antisubsidi (CVD) tanpa penerapan tindakan apa pun. Keputusan ini diambil oleh United States International Trade Commission (USITC) pada Rabu, 30 Oktober 2024, yang menyatakan bahwa impor aluminium ekstrusi dari Indonesia, bersama negara-negara lain yang juga diselidiki, tidak berdampak merugikan secara material terhadap industri di AS.
Menteri Perdagangan Indonesia, Budi Santoso, menyambut positif keputusan ini, menyebutnya sebagai kabar baik bagi industri manufaktur Indonesia, khususnya di sektor aluminium ekstrusi. “Keputusan ini menjadi berkah bagi industri manufaktur Indonesia. Ini merupakan hasil sinergi antara kementerian, lembaga, dan pelaku usaha yang dikoordinasikan oleh Kementerian Perdagangan, memastikan bahwa pasar ekspor Indonesia, terutama AS sebagai mitra strategis, tetap terbuka,” ujar Mendag Budi.
Keputusan USITC tersebut memastikan bahwa Pemerintah AS tidak akan mengenakan tindakan antidumping dan antisubsidi terhadap impor aluminium ekstrusi, termasuk dari Indonesia, karena terbukti tidak ada kerugian material yang ditimbulkan bagi industri AS. Para komisioner USITC mengambil keputusan berdasarkan suara terbanyak setelah melalui proses sidang.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Isy Karim, menyampaikan bahwa keputusan ini adalah hasil kerja keras bersama semua pemangku kepentingan di Indonesia. “Keputusan ini menunjukkan komitmen pemerintah Indonesia dalam menjaga akses pasar ekspor dan meningkatkan daya saing produk aluminium ekstrusi Indonesia di pasar AS,” kata Isy.
Natan Kambuno, Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag, menjelaskan bahwa selama penyelidikan, pihaknya secara proaktif memberikan pembelaan terhadap eksportir Indonesia yang dituduh. Kemendag bersama kementerian dan lembaga terkait, serta para eksportir, telah membuat pembelaan tertulis dan melakukan pertemuan langsung dengan penyelidik AS yang datang ke Indonesia untuk verifikasi. “Upaya ini sangat penting untuk memastikan bahwa produk aluminium ekstrusi Indonesia tetap bisa menembus pasar AS tanpa dikenakan BMAD dan CVD,” ujar Natan.
Meskipun ekspor aluminium ekstrusi Indonesia ke AS mengalami penurunan pada Januari hingga Agustus 2024, dengan total mencapai USD 41 juta—lebih rendah dibandingkan USD 79,5 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya—tapi dalam lima tahun terakhir (2019-2023), tren ekspor ini menunjukkan hasil positif. Pada 2023, ekspor produk aluminium ekstrusi Indonesia tercatat mencapai USD 102 juta, meningkat signifikan dibandingkan dengan USD 75 juta pada 2019.
Keputusan positif dari USITC ini diharapkan akan menjadi titik balik yang membuka peluang bagi pemulihan dan peningkatan ekspor aluminium ekstrusi Indonesia ke AS. Hal ini juga memperkuat posisi Indonesia sebagai salah satu pemasok utama produk aluminium ekstrusi di pasar global, serta membuktikan betapa pentingnya strategi sinergi antara pemerintah dan sektor swasta dalam memperjuangkan akses pasar internasional.