Does Democracy Deliver?” menjadi salah satu pertanyaan kunci dalam Dialogue on Democracy in Inclusive Society (DDIS) di Dhaka, Bangladesh, dan Kathmandu, Nepal, hasil kerjasama antara Kemlu RI, KBRI Dhaka, Kemlu Bangladesh, dan Kemlu Nepal.
DDIS merupakan platform dialog konstruktif, pertukaran gagasan, dan kerja sama kolaboratif antara pemerintah, media, dan organisasi masyarakat sipil (CSO).
Acara tersebut juga merupakan implementasi konkret dari nilai-nilai Bali Democracy Forum (BDF) dan aset soft power Indonesia terkait pluralisme, inklusivitas, dan demokrasi. Hasil dari DDIS akan dijadikan sebagai rekomendasi untuk kerja sama selanjutnya antara Indonesia, Bangladesh, dan Nepal.
Forum ini mengundang pembicara yang berkompeten, seperti Dr. Mohammad Hasan Ansori dari The Habibie Center Indonesia, Dr. Philips J. Vermonte dari Universitas Islam Internasional Indonesia, dan Uni Zulfiani Lubis dari IDN Times.
Dari Bangladesh dan Nepal, hadir para pemangku kepentingan seperti Dr. Sadeka Halim, Wakil Kanselir dari Universitas Jaganath, Dubes Abdul Hannan, Dr. Lailufar Yasmin dari Universitas Dhaka, Mr. Nayeemul Islam Khan dari Grup Media Daily, Prof. Dr. Meena Vaidya Malla dari Universitas Tribhuvan, Dr. Nishchal Nath Pandey dari Center for South Asian Studies, serta mantan Dubes untuk Nepal Dr. Khagnath Adhikari dan Dr. Narad Nath Bharadwhaj.
Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Siti Nugraha Mauludiah menyatakan bahwa forum ini merupakan komitmen nyata Indonesia dalam merawat demokrasi dan masyarakat inklusif.
Dalam pertemuan tersebut, narasumber dari Indonesia menyepakati bahwa kemajuan ekonomi Indonesia harus diimbangi dengan peningkatan Human Development Index (HDI), yang akan menjadi bukti bahwa demokrasi memberikan manfaat bagi masyarakat dalam hal akses kesehatan, pendidikan, penghidupan layak, dan perlindungan hukum.
Selain itu, perhatian juga diberikan pada kebutuhan akan literasi media dan digital yang mendesak. Hal ini penting agar netizen memiliki kemampuan untuk menganalisis, mengevaluasi, dan mendeteksi keaslian informasi yang beredar di media sosial.
Dr. Sadeka Halim dari Universitas Jagannath menyatakan bahwa DDIS merupakan forum yang tepat untuk mengatasi tantangan demokrasi saat ini dan memperbaiki kepercayaan masyarakat dengan mengatasi ketidakseimbangan kekuatan antara pemerintah dan aktor non-pemerintah.
Prof. Dr. Meena Vaidya Malla dari Universitas Tribhuvan menekankan bahwa suara minoritas, kaum marginal, dan kaum kurang beruntung adalah inti dari masyarakat plural. Kehadiran mereka dalam dialog adalah tanda bahwa demokrasi berfungsi dengan baik.
Selain itu, Dirjen Siti juga melakukan kunjungan kehormatan kepada Wakil Perdana Menteri/Menteri Luar Negeri Nepal selama kegiatan DDIS.
Indonesia, Bangladesh, dan Nepal sepakat untuk mengeksplorasi kemungkinan adanya DDIS ke-2 dengan Indonesia sebagai tuan rumah pada tahun 2025.
DDIS dihadiri oleh lebih dari 135 peserta dari berbagai instansi pemerintahan, think tank, akademisi, CSO, korps diplomatik, dan media dari kedua negara, termasuk Bangladesh Institute of International and Strategic Studies (BIISS), Bangladesh Institute of Law and International Affairs, University of Dhaka, Jagannath University, Media Daily Our Time, Universitas Tribhuvan, dan Center for South Asian Studies.