Hilirisasi industri pertambangan di berbagai daerah penghasil terbukti tidak hanya menggerakkan perekonomian lokal tetapi juga meningkatkan penerimaan negara secara signifikan. Dampak positifnya dalam beberapa tahun terakhir terasa semakin kuat, menjadi salah satu penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional.
Contoh paling menonjol datang dari Morowali, Sulawesi Tengah, dan Maluku, yang dikenal sebagai sentra produksi nikel dan besi baja. Beberapa kawasan industri di Morowali, seperti PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), memberikan kontribusi nyata terhadap pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Morowali, yang mencapai 20,34% pada 2023. Bahkan, sektor industri pengolahan menyumbang 72,72% dari total PDRB. PDRB per kapita Morowali mencapai Rp927,23 juta, menjadi yang tertinggi di Indonesia, berkat ekspor nikel dan baja yang kian menggeliat.
Hilirisasi: Bukan Sekadar Tambahan Nilai, Tapi Lompatan Ekonomi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan bahwa hilirisasi tambang harus terus dijalankan tanpa kompromi, mengingat besarnya dampak ekonomi. “Sektor ESDM adalah sektor strategis dengan potensi besar yang memberikan efek berganda bagi perekonomian nasional,” tegas Jokowi dalam peringatan Hari Jadi Pertambangan dan Energi ke-79 (10/10/2024).
Sejak penerapan hilirisasi, hasil ekspor bahan mentah, seperti nikel dan besi baja, mengalami lonjakan drastis. Pada 2020, nilai ekspor bahan mentah hanya mencapai USD2,9 miliar, tetapi melonjak hingga USD34,4 miliar pada 2023 setelah dilakukan pemrosesan di dalam negeri. Artinya, hilirisasi bukan hanya meningkatkan nilai komoditas tetapi juga menyerap lebih banyak tenaga kerja dan menciptakan peluang ekonomi lokal.
PNBP dari sektor pertambangan pun mencatat pencapaian signifikan. Dalam sepuluh tahun terakhir, kontribusinya mencapai Rp1.800 triliun, dengan lonjakan terbesar dalam dua tahun terakhir: Rp348 triliun pada 2022 dan Rp229 triliun pada 2023. Ini menunjukkan betapa hilirisasi menjadi sumber daya vital dalam menjaga kestabilan fiskal negara.
Morowali: Industri Nikel yang Mendorong Kesejahteraan Lokal
Morowali adalah salah satu bukti nyata bagaimana hilirisasi mampu mengangkat ekonomi daerah. PT IMIP telah mempekerjakan sekitar 100.000 orang, terdiri dari 85.000 tenaga kerja Indonesia dan 15.000 tenaga kerja asing. Jumlah tersebut terus bertambah seiring peningkatan investasi dan pengembangan smelter. Pada fase konstruksi, proyek smelter besar mampu menyerap hingga 15.000 pekerja, dan di fase operasional terdapat sekitar 3.000 tenaga kerja. Ini tidak hanya menambah lapangan kerja tetapi juga meningkatkan keterampilan tenaga kerja lokal.
Lifting Migas: Menjaga Kemandirian Energi Nasional
Selain hilirisasi, Presiden Jokowi juga menyoroti pentingnya meningkatkan lifting migas. Jokowi mengingatkan bahwa menurunnya produksi minyak akan memaksa Indonesia mengimpor lebih banyak energi, yang berpotensi menguras devisa negara. Oleh karena itu, upaya serius dari Pertamina, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan swasta sangat dibutuhkan untuk mencapai target lifting yang ditetapkan.
Dalam APBN 2024, PNBP sektor migas ditargetkan mencapai Rp110,15 triliun, dengan asumsi lifting minyak sebesar 635 ribu barel per hari (MBOPD) dan lifting gas bumi mencapai 1.033 ribu barel setara minyak (MBOEPD). Sayangnya, hingga Semester I-2024, realisasi lifting minyak rata-rata baru mencapai 576 MBOPD atau 90,73% dari target.
Tantangan Lifting dan Upaya Optimalisasi
Untuk mengatasi kendala tersebut, Kementerian ESDM berkolaborasi dengan SKK Migas dan Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) guna mengoptimalkan produksi. Beberapa langkah telah diambil, antara lain:
- Percepatan pengembangan lapangan baru, agar produksi migas bisa dimulai lebih cepat.
- Optimalisasi manajemen cadangan minyak di lapangan-lapangan lama untuk memaksimalkan potensi yang ada.
- Meningkatkan efisiensi fasilitas produksi guna mengurangi gangguan produksi yang tidak terencana.
- Menerapkan teknologi enhanced oil recovery (EOR) untuk meningkatkan cadangan migas yang dapat diproduksi.
Berdasarkan proyeksi terbaru, lifting minyak pada akhir 2024 diperkirakan mencapai 595 MBOPD, atau sekitar 94% dari target APBN.
Sederhanakan Perizinan untuk Meningkatkan Investasi
Presiden Jokowi juga meminta Menteri ESDM Bahlil Lahadalia untuk memangkas regulasi dan perizinan yang dinilai terlalu rumit dan menghambat investasi di sektor migas. Bahlil menyebut ada sekitar 300 izin yang harus disederhanakan agar lebih menarik bagi investor. Salah satu langkah yang diambil adalah mengubah skema kontrak menjadi gross split (GS), menyederhanakan komponen bagi hasil dari 13 menjadi hanya lima. Skema baru ini diharapkan lebih sederhana, adil, dan menguntungkan bagi kontraktor migas.
Kesimpulan: Sinergi Hilirisasi dan Lifting Migas sebagai Kunci Pertumbuhan
Dari hilirisasi tambang hingga peningkatan lifting migas, Indonesia tengah membangun fondasi ekonomi yang lebih kokoh dan mandiri. Hilirisasi nikel dan besi baja tidak hanya meningkatkan ekspor tetapi juga membuka lapangan kerja, mendongkrak PDRB, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, seperti yang terlihat di Morowali.
Di sisi lain, sektor migas tetap menjadi elemen penting dalam menjaga kemandirian energi nasional. Dengan strategi optimalisasi lifting migas dan penyederhanaan perizinan, pemerintah berupaya menarik lebih banyak investasi untuk memperkuat sektor hulu migas.
Kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta menjadi kunci utama. Indonesia berada di jalur yang tepat untuk memanfaatkan potensi besar di sektor pertambangan dan energi demi pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Seperti yang ditegaskan Presiden Jokowi, “Kita harus terus bergerak maju tanpa ragu. Hilirisasi dan lifting migas bukan sekadar agenda kebijakan, tetapi fondasi masa depan ekonomi Indonesia.”