Indonesia, dengan luas laut mencapai 3,7 juta kilometer persegi, kaya akan komoditas laut seperti rumput laut. Namun, kekayaan ini akan sia-sia tanpa upaya hilirisasi yang dapat membuka potensi pasar senilai USD11,8 miliar pada 2030. Menurut Kementerian Perindustrian, optimalisasi produk turunan seperti bioplastik dan farmasi adalah kunci untuk mencapai potensi tersebut.
Dirjen Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika, menegaskan bahwa peningkatan nilai tambah dari produk turunan rumput laut seperti biostimulan, bioplastik, pakan hewan, nutraseutikal, protein alternatif, farmasi, dan tekstil sangat penting. Pengembangan dan inovasi produk harus didorong melalui sinergi lintas sektor, sertifikasi tingkat komponen dalam negeri (TKDN), serta restrukturisasi mesin dan peralatan di sektor tersebut.
Tantangan dan Peluang
Saat ini, Indonesia masih mendominasi ekspor rumput laut kering, dengan 66,61 persen ekspor berupa rumput laut kering dan hanya 33,39 persen dalam bentuk produk olahan seperti karagenan dan agar-agar. Padahal, potensi pasar produk olahan rumput laut sangat besar di tingkat global.
Keunggulan Geografis dan Budi Daya
Menko Marinves Luhut B. Pandjaitan menyatakan bahwa keunggulan geografis Indonesia sebagai negara tropis memungkinkan budi daya rumput laut sepanjang tahun. Namun, saat ini budi daya baru mencakup 102.000 hektare dari 12 juta hektare yang dialokasikan. Melalui mekanisasi dan teknologi, skala besar budi daya dapat meningkatkan produktivitas. Luhut menjelaskan bahwa budi daya seluas 100 hektare dapat menghasilkan investasi sebesar USD2-USD2,5 juta, menciptakan 100-150 lapangan kerja, dan menghasilkan 10-15 ribu ton rumput laut basah per tahun.
Kolaborasi lintas sektor sangat diperlukan untuk mewujudkan hilirisasi rumput laut, melibatkan berbagai kementerian, lembaga, universitas, dan mitra pembangunan. Berbagai program seperti penyediaan bibit berkualitas, pemetaan potensi lahan menggunakan satelit, dan riset jenis rumput laut unggul telah dilaksanakan.
Inovasi dan Hilirisasi
Kementerian Kelautan dan Perikanan telah membuat pilot project budi daya rumput laut skala besar di Teluk Ekas, Lombok Timur. Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, berharap proyek ini dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan pembudidaya dalam mengembangkan rumput laut secara modern.
Selain itu, Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, menekankan pentingnya hilirisasi untuk meningkatkan utilitas dan kapabilitas industri pangan berbasis rumput laut serta mendorong diversifikasi produk menjadi biostimulan, plastik biodegradable, dan biofuel.
Dukungan Internasional
Perwakilan FAO di Indonesia dan Timor-Leste, Rajendra Aryal, menyebut rumput laut sebagai “game changer” bagi sektor maritim Indonesia. Dengan kolaborasi kuat dan inovasi berkelanjutan, industri rumput laut Indonesia memiliki peluang besar untuk tumbuh dan memberikan manfaat ekonomi-sosial yang signifikan.
Hilirisasi rumput laut bukan hanya tentang mengoptimalkan nilai ekonomi, tetapi juga tentang menciptakan dampak sosial dan lingkungan yang positif. Dengan memanfaatkan teknologi modern dan kolaborasi lintas sektor, Indonesia dapat mengembangkan industri rumput laut yang berkelanjutan, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah pesisir. Upaya ini juga akan mendukung keberlanjutan ekosistem laut dan kesejahteraan masyarakat lokal.
Melalui pendekatan yang komprehensif, mulai dari budi daya hingga produk turunan, Indonesia bisa menjadi pemain utama di pasar global rumput laut, sekaligus menjaga kelestarian lingkungan dan memperkuat ekonomi lokal.