Dalam rangka meningkatkan keamanan pangan domestik, diversifikasi konsumsi sumber karbohidrat menjadi salah satu strategi yang diperlukan. Pilihan utama adalah produk pangan lokal yang memiliki ketahanan terhadap fluktuasi iklim, seperti sagu.
Menurut Direktur Jenderal Industri Agro, Putu Juli Ardika, sagu memiliki potensi besar sebagai alternatif sumber karbohidrat utama nasional, mengingat luas lahan sagu di Indonesia mencapai 5,5 juta hektar. Namun, pengolahan sagu di dalam negeri masih belum maksimal.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berkomitmen untuk mendorong pengembangan industri hilirisasi sagu di dalam negeri. Salah satu tantangan utama adalah keterbatasan industri dalam memperoleh bahan baku empulur sagu. Untuk mengatasi hal ini, Kemenperin bersama industri pati sagu mengembangkan model bisnis dengan memanfaatkan sagu basah produksi UMKM sebagai bahan baku. Hal ini diharapkan dapat memperluas jangkauan bahan baku dan memberikan nilai tambah pada petani sagu.
Selain itu, Kemenperin juga mendukung diversifikasi produk olahan pati sagu. Saat ini, pati sagu biasanya digunakan untuk membuat papeda, namun sudah mulai tumbuh industri pengolahan sagu menjadi produk modern seperti mi instan dan beras analog. Produk olahan ini memiliki potensi besar sebagai pengganti beras, terutama saat terjadi kelangkaan.
Dalam Pameran Produk Dalam Negeri, PT. Galih Sagu Pangan dan PT. Langit Bumi Lestari menjadi perusahaan yang diundang untuk berpartisipasi. Kedua perusahaan ini memproduksi berbagai produk makanan berbahan baku sagu dengan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang signifikan, menunjukkan komitmen dalam mendukung pengembangan industri sagu di dalam negeri.