Lenong Denes: Cerita Bangsawan Khas Betawi

Setiap akhir pekan, di Cagar Budaya Setu Babakan, Jagakarsa, Jakarta Selatan, diadakan pertunjukan kesenian khas Betawi seperti tari, musik, dan lenong. Suara alat musik tradisional Betawi seperti kecrek, ningnong, suling atau basing, tehyan, gong, gamelan, dan gendang, berpadu dengan gitar dan organ, menciptakan nada pentatonik khas yang memecah keheningan di sekitar gazebo terbuka di Unit Pengelola Kawasan Perkampungan Budaya Betawi (UPK PBB) Setu Babakan. Pada Sabtu sore awal Maret 2024, suara musik perpaduan tradisional dan modern itu menghidupkan suasana.

Belasan muda-mudi kemudian tampil, menari mengikuti alunan musik dengan gerakan seragam dan senyum lebar, memamerkan tarian khas Betawi. Puluhan wisatawan duduk terdiam, terpesona oleh keindahan musik dan tarian tersebut. Setelah tarian selesai, giliran sekelompok orang membawakan kesenian lenong.

“Kami akan menampilkan Lenong Denes,” kata seorang seniman berkacamata yang menjadi pemeran utama. Ia menjelaskan bahwa Lenong Denes menggunakan bahasa yang lebih halus atau resmi. Sesuai dengan penjelasan UPK PBB Setu Babakan di situs resminya, Lenong Denes adalah seni pertunjukan asli Betawi yang menggunakan properti dan kostum formal serta bahasa resmi, berbeda dengan Lenong Preman yang lebih kasar.

Lenong Denes merupakan turunan dari Komedi Bangsawan atau Komedi Stambul yang membawakan cerita kerajaan dengan kostum mewah. Ceritanya berlatar belakang kisah kerajaan seperti Indra Bangsawan, Jula-Juli Bintang Tujuh, dan cerita dari 1001 Malam, dengan durasi sekitar dua jam. Bahasa yang digunakan adalah Melayu tinggi dengan kata-kata seperti tuanku, paduka, baginda, kakanda, dan adinda. Dialog dalam Lenong Denes banyak dinyanyikan, dan meski formal, tetap mempertahankan ciri khas kesenian Betawi yang mengundang tawa penonton.

Pertunjukan seni budaya di UPK PBB Setu Babakan adalah upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melestarikan warisan budaya takbenda. Pemerintah Kota Jakarta Selatan (Jaksel) juga aktif dalam melestarikan seni dan budaya Betawi dengan menggelar pelatihan dan pertunjukan. Dengan lebih dari 400 sanggar seni dan 2.000 pelaku seni, pemkot Jaksel terus memberdayakan mereka agar warisan budaya ini tidak punah.

Namun, pemkot Jaksel mengakui keterbatasan dalam menampung semua sanggar seni. Oleh karena itu, mereka berupaya memberdayakan sanggar yang ada dengan pelatihan, festival, dan pergelaran seni. Kepala Suku Dinas Kebudayaan Jaksel, Rusmantoro, menyatakan bahwa setiap akhir pekan di Setu Babakan, pihaknya menampilkan pertunjukan khas Betawi. Pendapatan seniman dijamin oleh Pemprov Jakarta melalui APBD, sehingga penonton tidak dikenakan biaya.

Namun, hanya Setu Babakan yang saat ini digunakan untuk menampung kegiatan seni. Dengan banyaknya tempat di Jakarta, seperti jalan protokol, gedung kesenian, Taman Ismail Marzuki, Ancol, pusat perbelanjaan, dan hotel, seharusnya bisa dimanfaatkan lebih optimal. Menurut Yahya Andi Saputra dari Lembaga Kebudayaan Betawi, intensitas pertunjukan di Setu Babakan hanya delapan kali sebulan, melibatkan 16 sanggar seni. Masih banyak sanggar yang belum mendapat giliran tampil.

Pemerintah harus memanfaatkan lokasi keramaian di Jakarta untuk menampilkan seni budaya Betawi. Kendala retribusi di tempat seperti Taman Ismail Marzuki atau Gedung Kesenian Jakarta juga perlu dipertimbangkan ulang. Kepala Dinas Kebudayaan Jakarta, Iwan Henry Wardhana, menjelaskan bahwa tarif retribusi digunakan untuk merawat bangunan cagar budaya yang memiliki nilai sejarah.

Pendapatan dari retribusi bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas layanan masyarakat, seperti perbaikan infrastruktur. Upaya konservasi dan revitalisasi bangunan cagar budaya oleh Pemprov DKI Jakarta perlu didukung dengan memperbanyak pementasan seni budaya agar warisan takbenda ini terus lestari.

Mendukung dan melestarikan kesenian Betawi adalah tanggung jawab kita bersama. Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama untuk menyediakan lebih banyak ruang bagi seniman untuk tampil. Ini bukan hanya tentang hiburan, tetapi juga tentang menghargai dan melestarikan warisan budaya yang kaya. Dengan dukungan yang tepat, seni dan budaya Betawi dapat terus dinikmati oleh generasi mendatang, memastikan bahwa warisan ini tetap hidup dan berkembang.

Share this post :

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Create a new perspective on life

Your Ads Here (365 x 270 area)
Latest News
Categories

Subscribe our newsletter

Purus ut praesent facilisi dictumst sollicitudin cubilia ridiculus.

Home
Search
Explore
Menu
×