Cita-cita Indonesia untuk mencapai swasembada pangan bukanlah hal baru. Pada era Presiden Soeharto, Indonesia sempat menorehkan prestasi dengan mencapai swasembada beras pada 1984, saat negeri ini mampu memenuhi seluruh kebutuhan pangannya tanpa bergantung pada impor. Namun, keberhasilan tersebut tidak bertahan lama. Faktor cuaca ekstrem, keterbatasan lahan, dan lemahnya infrastruktur membuat capaian itu sulit dipertahankan.
Kini, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, ambisi swasembada pangan kembali digaungkan dengan semangat baru. Dalam pidato perdananya sebagai Presiden RI pada 20 Oktober 2024, Prabowo menekankan pentingnya kemandirian pangan dan energi sebagai prioritas nasional. “Kita harus segera lepas dari ketergantungan impor dan mampu memproduksi pangan kita sendiri. Saya yakin, paling lambat 4–5 tahun, kita bisa mencapainya,” ujar Presiden Prabowo penuh keyakinan.
Dari Pangan hingga Energi: Jalan Menuju Kemandirian
Prabowo tidak hanya fokus pada swasembada pangan, tetapi juga swasembada energi, mengingat ketergantungan impor energi dinilai sebagai ancaman serius di tengah ketidakpastian geopolitik. Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang luar biasa, seperti kelapa sawit yang bisa diolah menjadi biodiesel, energi panas bumi (geothermal), pembangkit listrik tenaga air, dan batu bara. Menurutnya, jika sumber daya ini dikelola dengan baik, Indonesia tidak hanya bisa memenuhi kebutuhan domestik tetapi juga berpotensi menjadi pemain utama dalam pasar pangan dan energi dunia.
Impor Beras Meningkat, Tantangan Swasembada Makin Berat
Meski optimisme tinggi, fakta di lapangan menunjukkan bahwa tantangan menuju swasembada pangan tidak mudah. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa volume impor beras Indonesia pada Januari–September 2024 mencapai 3,23 juta ton, meningkat hingga 80,68 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Menurut Fajarini Puntodewi, Kepala Badan Kebijakan Perdagangan, langkah impor masih diperlukan untuk menghindari kelangkaan dan menjaga stabilitas harga di tengah fluktuasi pasar. Namun demikian, Fajarini optimistis bahwa program swasembada pangan yang dirancang Presiden Prabowo akan segera membuahkan hasil. Pemerintah juga telah mempersiapkan lokasi-lokasi baru sebagai lumbung pangan nasional untuk mendukung pencapaian target ini.
Fenomena El Nino: Faktor Cuaca Jadi Penghambat
Salah satu tantangan utama swasembada pangan adalah perubahan iklim, yang memengaruhi produksi pangan secara signifikan. Fenomena El Nino pada 2024 menyebabkan kekeringan parah, sehingga produksi beras diproyeksikan turun menjadi 30,34 juta ton—lebih rendah 0,76 juta ton dibandingkan tahun sebelumnya.
Penurunan produksi ini disebabkan oleh berkurangnya luas lahan panen akibat cuaca ekstrem. Meski demikian, BPS memproyeksikan bahwa produksi akan kembali pulih pada paruh kedua 2024 seiring dengan kondisi cuaca yang membaik dan perluasan area pertanian.
Teknologi dan Hilirisasi: Kunci Keberhasilan
Selain fokus pada peningkatan produksi, Presiden Prabowo juga menekankan pentingnya pemanfaatan teknologi modern dalam sektor pertanian. Teknologi ini akan membantu meningkatkan efisiensi produksi sekaligus meminimalkan dampak perubahan iklim. Prabowo juga memastikan bahwa distribusi hasil pertanian harus tepat sasaran, agar kesejahteraan dapat dirasakan merata di seluruh Indonesia.
Di samping itu, hilirisasi komoditas menjadi fokus utama agar produk pangan yang dihasilkan tidak hanya dijual sebagai bahan mentah, tetapi juga diproses lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional.
Mengatasi Tantangan dengan Kerja Sama dan Inovasi
Meskipun banyak tantangan menghadang, seperti ketergantungan pada impor, perubahan iklim, dan keterbatasan infrastruktur, pemerintah di bawah Presiden Prabowo optimistis bahwa cita-cita swasembada pangan bisa tercapai. Pengembangan lahan baru, penggunaan teknologi canggih, dan kerja sama antar sektor menjadi kunci utama dalam menghadapi berbagai rintangan tersebut.
Tidak hanya itu, pemerintah juga melihat potensi untuk meningkatkan investasi dan kolaborasi internasional dalam bidang pertanian dan energi, guna mempercepat pencapaian target swasembada. Dengan adanya komitmen yang kuat dan dukungan kebijakan yang tepat, Indonesia diharapkan bisa keluar dari ketergantungan pada impor pangan dan menjadi negara swasembada yang mandiri.
Mewujudkan Manfaat Swasembada Pangan bagi Seluruh Rakyat
Lebih dari sekadar meningkatkan produksi, swasembada pangan juga bertujuan agar seluruh masyarakat Indonesia bisa menikmati hasilnya secara adil dan merata. Dengan pendekatan ekonomi inklusif, Presiden Prabowo ingin memastikan bahwa hasil dari program swasembada ini benar-benar membawa manfaat nyata bagi seluruh rakyat, terutama petani dan masyarakat pedesaan.
Program ini juga diharapkan mengurangi ketimpangan ekonomi antara wilayah perkotaan dan pedesaan, serta menciptakan lapangan kerja baru di sektor pertanian dan industri pengolahan pangan. Dengan demikian, swasembada pangan tidak hanya menjadi capaian teknis, tetapi juga motor penggerak bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Optimisme Menuju Masa Depan yang Berdaulat
Dengan potensi alam yang melimpah dan komitmen politik yang kuat, Indonesia berada di jalur yang tepat untuk mewujudkan swasembada pangan dan energi dalam beberapa tahun ke depan. Langkah-langkah strategis yang telah disiapkan pemerintah memberikan harapan baru bagi Indonesia untuk menjadi negara mandiri dan berdaulat dalam bidang pangan dan energi.
Meski tantangan besar menanti, dengan kerja keras, inovasi, dan kolaborasi antar sektor, cita-cita ini bukan lagi sekadar impian. Indonesia kini memiliki momentum untuk menjadi negara yang tidak hanya memenuhi kebutuhan sendiri tetapi juga menjadi kekuatan pangan dan energi di tingkat global. Waktunya Indonesia bangkit dan berdikari!