Sesar atau Patahan Semangko adalah keajaiban geologi yang membentang megah dari utara ke selatan Pulau Sumatra, mulai dari Aceh hingga Teluk Semangka di Lampung. Membentuk Pegunungan Barisan sebagai tulang punggung dataran tinggi di sisi barat Sumatra, patahan ini tidak hanya memukau secara visual tetapi juga menyimpan potensi seismik yang menggetarkan. Dengan panjang mencapai 1.900 kilometer, Patahan Semangko menjadi salah satu sesar paling aktif secara seismik di dunia. Keberadaannya, terutama di daerah seperti Ngarai Sianok di Bukittinggi, menjadikan masyarakat pesisir selatan Sumatra harus selalu waspada terhadap risiko gempa bumi yang signifikan.
Sumatra sendiri berada di kawasan dengan aktivitas seismik tinggi. Di pantai barat, zona subduksi beriringan dengan busur Sunda menjadi pemicu utama. Ditambah lagi, keberadaan Sesar Besar Sumatra, sebuah sesar strike-slip yang signifikan, menggerakkan pulau ini dari ujung ke ujung. Kombinasi ini menciptakan gerakan konvergen miring antara Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia, menghasilkan tekanan dahsyat yang terakumulasi sepanjang Patahan Semangko. Geolog bahkan membandingkan patahan ini dengan San Andreas di California, menegaskan betapa krusialnya peran patahan ini dalam dinamika tektonik global.
Patahan Semangko terbentuk jutaan tahun silam, saat Lempeng Samudra Hindia-Australia bertemu secara menyerong dengan Lempeng Eurasia. Interaksi ini menciptakan dua komponen gaya besar. Pertama, gaya vertikal yang menyeret Lempeng Hindia ke bawah Lempeng Sumatra, memicu gempa-gempa dahsyat di zona subduksi. Kedua, gaya horizontal yang menyeret bagian barat Sumatra ke arah barat laut, menciptakan retakan memanjang yang dikenal sebagai Patahan Besar Sumatra. Akumulasi tekanan ini mencapai batasnya dari waktu ke waktu, menghasilkan gempa bumi besar yang sering kali disertai tsunami, seperti tragedi Aceh pada 26 Desember 2004.
Patahan ini juga memiliki dimensi lain yang lebih menantang. Di beberapa titik, zona lemah Patahan Semangko memungkinkan magma dari dalam bumi mencapai permukaan. Ketika gempa terjadi, getaran dapat memicu letupan uap atau fenomena letusan freatik yang kadang disertai gas beracun, sebagaimana yang terjadi di Suoh, Lampung, pada tahun 1933. Fenomena ini menegaskan bahwa patahan ini bukan hanya ancaman gempa bumi, tetapi juga risiko vulkanik.
Geolog Thomas Fitch dalam jurnal Journal of Geophysical Research menyebutkan bahwa Sesar Besar Sumatra adalah salah satu contoh pertama sistem partisi regangan dalam tektonik lempeng. Konvergensi miring antara Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Sunda diakomodasi melalui gerakan dorong pada sesar megathrust, yang membentuk Palung Sunda. Gerakan ini tidak hanya menjadi bukti dinamika tektonik, tetapi juga menunjukkan bagaimana gerakan lempeng memengaruhi seluruh wilayah secara global.
Geolog asal Aceh, Faizal Adriansyah, menekankan pentingnya memahami bahwa gerakan pada Sesar Semangko dapat memicu gempa di lokasi lain. Hal ini menunjukkan betapa saling terkaitnya sistem lempeng bumi. Oleh karena itu, masyarakat yang tinggal di sekitar jalur Sesar Semangko harus memiliki kesadaran tinggi terhadap mitigasi bencana. Kebiasaan bersiap menghadapi gempa bumi bukan hanya menjadi langkah perlindungan, tetapi juga cara untuk hidup berdampingan dengan alam yang dinamis.