Indonesia kini tengah memfokuskan langkah untuk memanfaatkan keunggulan demografis dalam rangka mencapai visi menjadi negara maju berpendapatan tinggi, sebagaimana tercantum dalam Rancangan Akhir Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045 dan Visi Indonesia Emas 2045. Momen ini menjadi peluang besar, sekaligus tantangan besar, untuk mewujudkan cita-cita menjadi bagian dari jajaran negara maju dunia.
Dalam publikasi White Paper oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) pada November 2023, disebutkan bahwa Indonesia memiliki peluang menjadi negara berpendapatan tinggi (upper income country/UIC) pada 2045. Namun, peluang tersebut hanya dapat terwujud jika Indonesia mampu memenuhi sejumlah prasyarat, seperti reformasi perpajakan, pertumbuhan ekonomi rata-rata di atas 7 persen, peningkatan investasi, penguatan daya saing sumber daya manusia (SDM), dan pengurangan tingkat kemiskinan. Artinya, tidak ada ruang untuk setengah-setengah dalam menjalankan agenda besar ini.
Pendapatan per kapita Indonesia pada 2022 mencapai USD4.580, menjadikannya sebagai negara berpendapatan menengah ke atas. Namun, untuk mencapai kategori negara berpendapatan tinggi, Indonesia harus melampaui batas bawah pendapatan per kapita USD13.846. Berdasarkan proyeksi LPEM UI, dengan pertumbuhan ekonomi 6 persen per tahun, Indonesia diperkirakan baru akan mencapai status UIC pada 2044. Artinya, akselerasi pertumbuhan ekonomi menjadi kunci, dan ini memerlukan kolaborasi erat antara pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Sebelum pandemi Covid-19, Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memperkirakan bahwa pada 2045, ekonomi Indonesia bisa mencapai USD8,89 triliun, menjadikannya ekonomi terbesar keempat dunia. Proyeksi ini didasarkan pada potensi bonus demografi yang akan dialami Indonesia antara 2030 dan 2040. Namun, realisasi proyeksi ini tidaklah mudah, terutama di tengah situasi global yang penuh tantangan seperti ketegangan geopolitik dan pemulihan pascapandemi.
Dalam langkah konkret menuju visi tersebut, Indonesia telah mengajukan diri untuk menjadi anggota OECD pada Februari 2024, menjadikannya kandidat pertama dari Asia Tenggara. Keanggotaan OECD akan menjadi simbol komitmen Indonesia untuk memenuhi standar kebijakan negara maju. Pemerintah juga telah membentuk Tim Nasional Percepatan Aksesi OECD untuk mempercepat proses ini, yang diharapkan dapat memperluas akses pasar dan menarik lebih banyak investasi ke dalam negeri.
Selain itu, Indonesia juga mengajukan diri untuk bergabung dengan blok ekonomi lainnya, seperti Comprehensive and Progressive Trans-Pacific Partnership (CPTPP) dan BRICS. Langkah ini menunjukkan strategi pemerintah yang berfokus pada diversifikasi mitra ekonomi, membuka peluang ekspor baru, dan memperkuat daya saing global. Dengan menjadi bagian dari CPTPP, misalnya, Indonesia dapat membuka akses ke pasar Amerika Latin dan Inggris, sementara BRICS menawarkan potensi kerja sama dengan ekonomi yang sedang berkembang.
Dalam proses ini, penting bagi pemerintah untuk memperhatikan bahwa ekspor Indonesia saat ini masih kalah dibandingkan negara tetangga seperti Vietnam. Dengan bergabung dalam berbagai blok ekonomi, Indonesia diharapkan dapat memperluas pasar ekspor dan meningkatkan daya saing produk nasional. Data menunjukkan bahwa negara-negara anggota OECD memiliki PDB sebesar USD59 triliun, mencakup 64 persen perdagangan global. Di sisi lain, BRICS memiliki potensi pasar dengan populasi 3,5 miliar jiwa dan PDB sebesar USD30,8 triliun.
Melalui langkah-langkah ini, jalan menuju Indonesia sebagai negara maju mulai terbuka. Namun, langkah besar ini juga harus diimbangi dengan penguatan pertumbuhan ekonomi di dalam negeri, sesuai target pemerintah untuk mencapai rata-rata 8 persen dalam lima tahun mendatang. Visi Indonesia Emas 2045 bukan sekadar ambisi, tetapi juga panggilan untuk seluruh elemen bangsa berkontribusi aktif mewujudkan perubahan nyata.