Dalam kunjungan pertamanya sebagai Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid mengajak para pemuka agama di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), untuk bersama-sama menciptakan lingkungan internet yang sehat bagi anak-anak dan pelajar. Menurut Meutya, peran pemuka agama sangat krusial karena mereka tidak hanya menjadi panutan spiritual, tetapi juga berperan sebagai pendidik di tengah masyarakat. “Bapak-Ibu pendeta punya peran besar dalam mendidik generasi muda untuk memanfaatkan internet secara positif dan bertanggung jawab,” katanya saat berdialog dengan para tokoh agama di Stasiun Bumi SATRIA-1, Rabu (30/10/2024).
Meutya juga berharap agar pembangunan infrastruktur telekomunikasi yang telah diupayakan bisa dimaksimalkan untuk kegiatan produktif. Menurutnya, investasi besar yang dilakukan negara dalam membangun jaringan digital seharusnya digunakan untuk memperkaya pengetahuan dan meningkatkan produktivitas, terutama bagi anak-anak. “Kami ingin memastikan infrastruktur ini digunakan sebaik-baiknya, bukan untuk konten yang tidak bermanfaat. Infrastruktur digital ini menggunakan dana besar dan merupakan tanggung jawab kita bersama untuk memanfaatkannya dengan bijak,” ujarnya, mengingatkan pentingnya kolaborasi seluruh pihak dalam menjaga internet yang sehat.
Komitmen Kolaborasi untuk Internet Merata
Lebih jauh, Meutya Hafid menegaskan komitmen kerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk PT Satelit Nusantara Tiga, untuk mendukung pemerataan akses internet bagi masyarakat di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika (BAKTI) menargetkan akan ada sekitar 20.000 titik penerima sinyal SATRIA-1 yang akan tersedia hingga akhir 2024. “Tim BAKTI menargetkan 20.000 terminal tahun ini,” ujar Heru Dwikartono, Direktur Utama PT Satelit Nusantara Tiga, saat mendampingi Meutya meninjau Stasiun Bumi di Desa Bolok, Kupang.
Hingga kini, NTT sendiri sudah memiliki 18.501 terminal penerima sinyal yang tersebar di berbagai fasilitas publik, termasuk di kantor pemerintahan, pusat kesehatan, area wisata, dan tempat ibadah. Bahkan, jaringan ini telah menjangkau sekolah dan fasilitas pendidikan lainnya dengan 12.635 penguat sinyal. Artinya, kehadiran SATRIA-1 benar-benar dapat mendukung aktivitas sehari-hari masyarakat, dari pendidikan, layanan kesehatan, hingga pelayanan publik.
Cakupan Nasional SATRIA-1
Jaringan SATRIA-1 terus dikembangkan di seluruh wilayah Indonesia. Mulai dari Sumatra yang kini memiliki 5.515 terminal, hingga wilayah Papua yang memiliki 689 unit. Proyek ini, menurut Heru, adalah upaya besar pemerintah dalam mewujudkan koneksi internet yang merata. SATRIA-1 yang mulai beroperasi pada awal 2024 dirancang untuk meningkatkan kecepatan koneksi, sehingga meski jumlah titik layanan dikurangi dari 150 ribu menjadi 50 ribu titik, setiap titik kini memiliki kecepatan hingga 4 Mbps. Langkah ini diproyeksikan mampu memenuhi kebutuhan digital di daerah-daerah 3T dan memberi dampak langsung pada layanan publik seperti sekolah, kantor pemerintahan, dan fasilitas kesehatan.
Dengan hadirnya SATRIA-1, Indonesia telah memiliki satelit terbesar di Asia dan kelima di dunia, yang diharapkan mampu memberikan pemerataan akses internet ke seluruh pelosok negeri. Dari 11 stasiun pengendali SATRIA-1, termasuk di Kupang, peran besar dari Kementerian Kominfo dan BAKTI adalah menyediakan infrastruktur yang kokoh untuk memastikan layanan internet yang dapat mendukung pendidikan, kesehatan, hingga pengawasan keamanan di berbagai daerah. Koneksi yang lebih cepat dan kuat ini tidak hanya menjadi bagian dari pembangunan infrastruktur, tetapi juga investasi strategis untuk masa depan Indonesia yang semakin terhubung dan kompetitif di era digital.