Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI) menjadi salah satu langkah strategis pemerintah dalam mewujudkan Asta Cita Swasembada Pangan, program andalan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Tidak hanya fokus pada peningkatan infrastruktur irigasi, program ini juga dirancang untuk memberdayakan masyarakat desa, khususnya petani, dengan memberikan dampak langsung pada kesejahteraan mereka.
Pada tahun 2024, program ini ditargetkan menjangkau 12.000 lokasi dengan potensi menyerap 209.854 tenaga kerja. Strategi ini menjadi solusi ganda: meningkatkan kualitas saluran irigasi sekaligus menambah pendapatan masyarakat desa melalui pekerjaan langsung di lapangan. Menurut Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PU, Bob Arthur Lombogia, P3-TGAI melibatkan petani setempat untuk memperbaiki saluran irigasi tersier, mengubahnya dari saluran tanah menjadi saluran pasangan batu atau lining. Para pekerja diberi upah harian atau mingguan, yang tidak hanya memberikan penghasilan tambahan, tetapi juga meningkatkan keterlibatan mereka dalam pembangunan infrastruktur pertanian.
Program ini dilaksanakan dalam tiga tahap pada 2024 dengan alokasi anggaran sebesar Rp2,7 triliun. Data per 12 November 2024 menunjukkan bahwa capaian fisik Tahap I dan II telah mencapai 93,40 persen, sementara Tahap III masih dalam proses konstruksi dengan progres 36,50 persen. Tahap terakhir ini direncanakan rampung pada minggu ketiga Desember 2024.
Dampak Positif di Kalimantan Selatan
Salah satu contoh sukses implementasi P3-TGAI adalah di Kalimantan Selatan, yang menyelesaikan pengerjaan program di 55 lokasi. Kegiatan ini berhasil menyerap 825 tenaga kerja, setara dengan 37.125 Hari Orang Kerja (HOK). Kabupaten seperti Tabalong, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, Balangan, Tanah Bumbu, dan Tanah Laut menjadi saksi manfaat langsung program ini. Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan III, yang bertanggung jawab atas pengawasan, menyatakan bahwa infrastruktur yang dibangun tidak hanya meningkatkan akses air untuk pertanian, tetapi juga menjadi peluang bagi masyarakat untuk mendapatkan penghasilan tambahan.
Kepala BWS Kalimantan III, Putu Eddy Purna Wijaya, mengapresiasi keterlibatan masyarakat setempat. Ia menekankan pentingnya perawatan saluran irigasi yang telah dibangun agar manfaatnya bisa dirasakan dalam jangka panjang. Argumennya sangat masuk akal, karena infrastruktur yang baik tanpa perawatan hanya akan menjadi aset yang cepat usang.
Membangun Fondasi Swasembada Pangan
P3-TGAI tidak hanya sekadar program pembangunan fisik, tetapi juga mencerminkan langkah nyata pemerintah dalam memprioritaskan swasembada pangan. Ketersediaan jaringan irigasi yang andal menjadi salah satu kunci utama untuk memastikan produksi pangan yang stabil dan berkelanjutan. Dengan melibatkan masyarakat dalam setiap tahapan pembangunan, pemerintah menunjukkan bahwa program ini tidak hanya untuk rakyat, tetapi juga bersama rakyat.
Namun, keberhasilan program ini juga bergantung pada sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat. Infrastruktur yang terbangun memerlukan komitmen bersama untuk dirawat dan digunakan secara maksimal. Selain itu, pemerintah perlu memastikan keberlanjutan program ini agar tidak hanya menjadi solusi sementara, tetapi juga strategi jangka panjang untuk mengatasi persoalan irigasi dan pangan di Indonesia.
Melalui P3-TGAI, kita bisa melihat bahwa pembangunan bukan sekadar soal konstruksi, tetapi juga menciptakan dampak sosial-ekonomi yang nyata. Dengan target ambisius dan manfaat yang sudah terlihat, program ini menjadi salah satu harapan untuk memperkuat sektor pertanian Indonesia. Inilah wujud nyata bahwa pembangunan infrastruktur dapat bersinergi dengan pemberdayaan masyarakat, menuju swasembada pangan yang lebih kokoh dan inklusif.