Mendukung Pariwisata Berkelanjutan melalui Reforestasi: Tantangan dan Harapan dari Labuan Bajo ke IKN
Dalam rangka memperkuat komitmen terhadap pelestarian lingkungan sekaligus mendukung keberlanjutan sektor pariwisata, Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) kembali menggelar Floratama Learning Center. Kali ini, acara yang diadakan secara hybrid pada Rabu (20/11/2024) tersebut mengangkat tema “Reforestasi Destinasi Pariwisata: Tantangan dan Skema Pembiayaan”, menyoroti pentingnya penghijauan kembali kawasan wisata.
Reforestasi pada destinasi pariwisata kini menjadi isu krusial. Tidak hanya untuk menjaga keseimbangan ekosistem, penghijauan ini juga menjadi langkah strategis dalam memperkuat daya tarik wisata berbasis lingkungan. Dengan semakin meningkatnya permintaan wisata ramah lingkungan, langkah ini membuka peluang besar bagi destinasi seperti Labuan Bajo untuk menjadi pelopor pariwisata berkelanjutan di Indonesia.
Dalam diskusi tersebut, berbagai tantangan reforestasi diangkat, termasuk pendanaan, keterlibatan masyarakat lokal, dan pengelolaan kawasan berbasis keberlanjutan.
“Reforestasi adalah upaya investasi jangka panjang. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada sinergi antara pendanaan, kebijakan, dan kesadaran masyarakat,” ujar Deputi Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Otorita IKN, Myrna A. Safitri, dalam keterangannya pada Senin (25/11/2024).
Myrna menjelaskan bahwa pembangunan miniatur hutan hujan tropis di IKN memiliki berbagai tujuan strategis. Selain untuk memaksimalkan penyerapan karbon, hutan ini juga dirancang sebagai pusat edukasi masyarakat tentang pentingnya ekosistem hutan hujan tropis.
“Hutan ini akan menjadi jendela edukasi, memungkinkan masyarakat memahami fungsi ekologis hutan sekaligus menyadarkan mereka akan peran hutan dalam mitigasi perubahan iklim,” tambah Myrna.
Jenis tanaman yang ditanam pun diprioritaskan pada flora asli hutan hujan tropis dataran rendah, khususnya spesies dari hutan dipterokarpa, yang terkenal akan keanekaragaman hayatinya. Tidak hanya itu, kawasan ini juga dilengkapi fasilitas yang mendukung konservasi, seperti jalur edukasi, pusat informasi lingkungan, hingga program pelibatan masyarakat.
Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Berkelanjutan dan Konservasi sekaligus Plt. Direktur Utama BPOLBF, Frans Teguh, memberikan apresiasi atas langkah ini. Ia menekankan bahwa pengelolaan kawasan hutan yang baik dapat menjadi fondasi utama untuk menciptakan destinasi wisata yang ramah lingkungan.
“Konsep Forest City yang diterapkan di IKN adalah inspirasi besar bagi Labuan Bajo dan destinasi wisata lain di Indonesia. Dengan manajemen yang tepat, kita bisa menciptakan destinasi yang tidak hanya menarik, tetapi juga melindungi lingkungan,” ujarnya.
Namun, tantangan utama reforestasi tetap berada pada skema pendanaan. Frans menyebutkan bahwa pendanaan yang inovatif dan kolaboratif sangat diperlukan untuk mempercepat implementasi proyek ini.
“Tanpa pendanaan yang memadai, reforestasi hanya akan menjadi wacana. Kita perlu menghadirkan skema pembiayaan yang melibatkan sektor swasta, pemerintah, dan masyarakat, sehingga proses penghijauan ini berjalan efektif,” tambahnya.
Acara ini dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk BPOLBF, Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati KLHK, Badan Pelaksana Otorita Borobudur, Dinas Pariwisata Kabupaten Flores, serta organisasi lingkungan seperti WWF Indonesia. Kehadiran berbagai pihak menunjukkan bahwa pelestarian lingkungan tidak bisa dilakukan sendiri.
Dengan kerja sama yang erat antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, Labuan Bajo dan kawasan wisata lainnya di Indonesia dapat menjadi contoh nyata keberlanjutan. Reforestasi, meski menghadapi banyak tantangan, memiliki potensi besar untuk menciptakan destinasi wisata yang tidak hanya indah, tetapi juga ramah lingkungan dan mendukung kehidupan generasi mendatang.
Floratama Learning Center menjadi bukti bahwa isu lingkungan kini menjadi perhatian utama dalam pengembangan pariwisata. Dengan konsep dan pendekatan yang inovatif, Labuan Bajo berpotensi menjadi model destinasi wisata yang memadukan keindahan alam dengan tanggung jawab ekologi.
“Pengelolaan kawasan wisata berbasis keberlanjutan bukan hanya pilihan, tetapi kebutuhan. Jika kita serius memulai sekarang, hasilnya tidak hanya dirasakan wisatawan, tetapi juga generasi mendatang,” pungkas Frans Teguh.