ESDM Pastikan Pupuk Kaltim dan Industri Ekspor Tak Dapat HGBT, Ini Alasannya

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menegaskan bahwa industri yang berorientasi ekspor, termasuk Pupuk Kaltim, tidak berhak mendapatkan harga gas murah melalui skema Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT). Kebijakan ini dibuat untuk memastikan bahwa insentif harga gas hanya diberikan kepada industri yang berkontribusi pada hilirisasi dalam negeri. Dengan kata lain, jika bahan baku yang diolah melalui skema ini akhirnya diekspor, maka aturan tersebut tidak berlaku.

Kebijakan ini bukan tanpa alasan. Menurut Bahlil, pemerintah rela mengorbankan potensi pendapatan dari sektor hulu migas demi mendorong industrialisasi di dalam negeri. Dengan memberikan harga gas yang lebih murah, industri nasional memiliki peluang untuk menciptakan nilai tambah lebih tinggi, yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing produk dalam negeri di pasar global. Namun, jika bahan baku hasil hilirisasi hanya untuk ekspor, maka tidak ada manfaat langsung bagi industri domestik. Oleh sebab itu, skema HGBT tidak bisa diberikan begitu saja kepada semua industri tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap ekonomi nasional.

Dari sisi angka, potensi pendapatan negara yang ‘dikorbankan’ akibat penerapan HGBT ini diperkirakan mencapai Rp87 triliun. Angka yang sangat besar ini menunjukkan bahwa insentif yang diberikan pemerintah sebenarnya bukanlah ‘gratisan’, melainkan strategi untuk memperkuat industri dalam negeri. Bahlil bahkan menyebut skema ini sebagai semacam ‘sweetener’ atau insentif agar perusahaan mau berkontribusi dalam pengembangan hilirisasi di Indonesia.

Meski demikian, pemerintah tetap harus menyesuaikan harga gas dengan kondisi pasar global. Kenaikan harga gas dunia dalam beberapa waktu terakhir membuat pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga HGBT, khususnya bagi industri yang menggunakan gas sebagai bahan baku. Untuk sektor listrik, harga gas tetap dibatasi maksimal 7 dolar AS per Metric Million British Thermal Unit (MMBTU), sementara untuk industri bahan baku, batas maksimalnya naik menjadi 6,5 dolar AS per MMBTU.

Namun, meskipun harga gas mengalami kenaikan, kebijakan HGBT masih tetap berlaku bagi tujuh sektor industri utama, yaitu industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, gelas kaca, dan sarung tangan karet. Pemerintah memahami bahwa sektor-sektor ini merupakan pilar utama dalam mendukung hilirisasi dan perlu diberikan dukungan agar tetap kompetitif.

Dari sisi Kementerian Perindustrian, Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif menegaskan bahwa kenaikan harga HGBT dari 6 dolar AS menjadi 7 dolar AS per MMBTU tidak akan memberikan dampak yang signifikan terhadap industri. Artinya, meskipun ada kenaikan harga, industri masih bisa menyesuaikan diri tanpa harus mengalami gangguan operasional yang berarti.

Di tengah dinamika harga gas dunia yang terus berubah, pemerintah terus berupaya mencari keseimbangan antara kepentingan industri dalam negeri dan kebutuhan untuk menjaga pendapatan negara. Kebijakan harga gas murah memang bertujuan untuk mendukung industri nasional, tetapi pemerintah juga tidak bisa membiarkan insentif ini disalahgunakan untuk kepentingan ekspor yang tidak berdampak langsung bagi perekonomian dalam negeri. Dengan langkah-langkah strategis ini, diharapkan hilirisasi di Indonesia semakin berkembang, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan daya saing industri nasional di tingkat global.

Share this post :

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Create a new perspective on life

Your Ads Here (365 x 270 area)
Latest News
Categories

Subscribe our newsletter

Purus ut praesent facilisi dictumst sollicitudin cubilia ridiculus.

Home
Search
Explore
Menu
×