Gempuran modernisasi dan perkembangan teknologi memicu kecanduan gawai, bahkan di kampung adat. Untuk mengatasi hal ini, masyarakat adat di Kampung Adat Wainggai, Desa Maubokul, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, merespon dengan mendirikan sekolah adat pada Agustus 2023. Sekolah ini tidak hanya mempertahankan tradisi yang hampir punah tetapi juga menjadi upaya untuk mengembalikan kebanggaan anak-anak terhadap budayanya.
Kepala Sekolah Adat Praing Laitaku Ndappaamu, Rambu Ana Intan Tamu Ina, menyampaikan kekhawatiran akan kepunahan tradisi adat, seperti tarian Kadingang dan Kabokang yang sudah semakin jarang dilakukan oleh anak-anak. Mereka lebih memilih tren tarian di media sosial daripada budaya sendiri, dan bahasa serta permainan tradisional juga tergantikan oleh pengaruh teknologi. Sekolah adat di sini hadir untuk memastikan bahwa generasi muda tidak kehilangan akar budayanya.
Umbu Paraju, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Daerah Sumba Timur, menjelaskan bahwa terjadi krisis identitas di masyarakat adat Sumba, yang membuat anak-anak tidak bangga dengan budayanya sendiri. Stereotipe negatif terhadap penggunaan bahasa Sumba dalam kehidupan sehari-hari juga menjadi salah satu faktor yang memicu perundungan. Oleh karena itu, sekolah adat tidak hanya berfungsi sebagai tempat pembelajaran tetapi juga sebagai wadah untuk membangkitkan kebanggaan akan budaya lokal.
Rambu Intan bersama pengajar lainnya mengajar sekitar 20 anak di Komunitas Adat Praing Laitaku Ndappaamu, dengan fokus pada bahasa Sumba, permainan tradisional, dan tarian-tarian tradisional. Mereka berkomitmen untuk terus mengembangkan kurikulum dengan memasukkan seni anyaman, alat musik tradisional, dan seni sastra, sebagai langkah konkret untuk memperkuat warisan budaya.
Meskipun Kemendikbudristek telah memberikan dukungan untuk sekolah adat, masih ada tantangan terkait dengan kurikulum nasional yang tidak selalu mencakup muatan lokal. Pengajaran tentang kebudayaan Jawa lebih ditekankan daripada pahlawan lokal, yang membuat anak-anak kehilangan pengertian terhadap perjuangan pahlawan setempat. Oleh karena itu, langkah pelestarian budaya seperti sekolah adat menjadi semakin penting untuk memastikan keberlanjutan tradisi dan kebanggaan akan identitas budaya lokal.
Dengan pengawalan dari Kemendikbudristek dan Organisasi Riset, Arkeologi, Bahasa, dan Sastra, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), serta penyusunan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Fasilitator Pendidikan Masyarakat Adat, diharapkan para pengajar di sekolah adat dapat memperoleh insentif yang memadai dari pemerintah. Hal ini akan semakin memperkuat upaya pelestarian budaya melalui pendidikan lokal di seluruh Indonesia.