Di hadapan para pebisnis Australia, Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, menyerukan komitmen kuat Indonesia dalam mendorong hilirisasi. Pidato ini disampaikan dalam acara Indonesia-Australia Business Summit (IABS) 2024 yang berlangsung di Melbourne, Australia, pada Senin (13/5/2024).
Bahlil menyatakan bahwa meskipun hubungan diplomatik antara Indonesia dan Australia sudah sangat baik, potensi kerja sama investasi antara kedua negara masih belum maksimal. Selama periode 2019 hingga 2024, realisasi investasi Australia di Indonesia hanya mencapai USD1,96 miliar.
Menurut Bahlil, Indonesia dan Australia memiliki peluang besar untuk berkolaborasi dalam pengembangan industri baterai mobil listrik. Kedua negara memiliki komoditas nikel, sedangkan Indonesia juga memiliki kobalt dan mangan, dengan satu-satunya komoditas yang kurang adalah litium yang dimiliki oleh Australia.
“Saya yakin hubungan Indonesia dan Australia bisa dipererat lagi. Namun, dalam konteks investasi, kami harus jujur bahwa itu belum maksimal. Ini tugas kita bersama. Jika kedua negara bisa berkolaborasi, ini akan menjadi kekuatan baru dalam industri baterai mobil listrik,” ujar Bahlil dalam siaran pers yang diterima InfoPublik pada Senin (13/5/2024).
Bahlil menekankan bahwa fokus pemerintah Indonesia saat ini adalah pada sektor hilirisasi, dengan langkah tidak lagi mengekspor komoditas mentah untuk diproses di luar negeri. Upaya ini telah dimulai secara bertahap sejak pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Misalnya, pada tahun 2020, pemerintah melarang ekspor nikel mentah dan hasilnya sudah terlihat. Pada tahun 2017, ekspor produk turunan nikel hanya sebesar USD3,3 miliar, tetapi pada tahun 2022 meningkat sepuluh kali lipat menjadi USD33,8 miliar. Meskipun langkah ini menghadapi tentangan dari negara lain yang merasa dirugikan, Indonesia tetap teguh.
“Kami sudah memulai proses hilirisasi ini, ibarat pesawat kami sudah take off. Tidak ada satu negara pun yang dapat memerintahkan kita untuk mundur. Kami akan terus maju seiring dengan dinamika global,” tegas Bahlil.
Bahlil juga menekankan bahwa hilirisasi yang dilakukan oleh Indonesia memperhatikan aspek lingkungan dan dapat menjadi contoh bagi negara lain. Ia mengajak para investor untuk datang ke kawasan industri Weda Bay di Maluku Utara untuk melihat langsung kawasan industri yang ramah lingkungan.
Dalam kesempatan yang sama, Duta Besar Republik Indonesia untuk Australia dan Vanuatu, Siswo Pramono, menyatakan bahwa investasi Australia di Indonesia selama ini didominasi oleh sektor pertambangan dan pariwisata. Namun, belakangan ini, investasi Australia mulai meluas ke sektor energi, kesehatan, pendidikan, utilitas, kimia, dan properti.
“Sesuai dengan topik IABS hari ini, kami ingin menggali peluang emas bagi kedua negara. Kami menatap ke arah pertumbuhan menarik dari hubungan ekonomi Indonesia-Australia yang terus berkembang,” ucap Siswo.
Sebagai informasi, berdasarkan data Kementerian Investasi/BKPM, total realisasi investasi Australia di Indonesia mencapai USD1,96 miliar dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, sejak 2019 hingga 2024.
Selama tahun 2023, Australia menempati peringkat ke-10 sebagai sumber penanaman modal asing (PMA) terbesar bagi Indonesia dengan realisasi investasi mencapai USD0,5 miliar. Pada triwulan pertama tahun 2024, Australia masih berada di peringkat ke-10 dengan realisasi investasi sebesar USD172,3 juta. Tiga sektor utama penyumbang investasi terbesar dari Australia adalah pertambangan (65,4 persen), hotel dan restoran (7,6 persen), dan jasa lainnya (6,4 persen).
Indonesia-Australia Business Summit (IABS) 2024 mengusung tema “Green Horizons and Golden Opportunities: Forging a Sustainable Future Together”. Tahun ini merupakan tahun kesepuluh penyelenggaraan IABS, sebagai forum unggulan yang mempertemukan dunia usaha Indonesia dan Australia.
Acara ini turut dihadiri oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Doni P. Joewono, President Director PT Bank HSBC Indonesia, Francois De Maricourt, serta General Manager for Investment Austrade, Peter Horn.
Dengan segala tantangan yang ada, Indonesia menunjukkan komitmen kuatnya dalam menciptakan kolaborasi yang menguntungkan dengan Australia. Hilirisasi dan fokus pada investasi berkelanjutan adalah langkah strategis yang menunjukkan visi jauh ke depan. Jika kedua negara dapat memanfaatkan peluang ini dengan optimal, masa depan yang lebih cerah dan kuat di sektor ekonomi dan industri dapat tercapai.