Indonesia, bersama sejumlah asosiasi di sektor pertambangan, sukses menggelar “International Workshop on Downstream Mining with Value Added and Critical Mineral Resources Indonesia-Africa” di sela-sela Indonesia-Africa Forum (IAF) ke-2, yang berlangsung di Hotel Hyatt, Bali, pada 3 September.
Acara tersebut dibuka oleh Adi Dzulfuat, Direktur Pasifik dan Oseania Kemlu RI, serta Dr. Adriani Kusumawardani, Asisten Deputi Keamanan dan Ketahanan Maritim Kemenko Marves RI. Dalam sambutannya, Adi menekankan pentingnya transformasi pertambangan yang berkelanjutan, khususnya terkait perlindungan lingkungan serta manfaat yang lebih besar bagi masyarakat lokal.
Workshop ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan pertambangan dari Indonesia dan sejumlah negara Afrika, termasuk Kenya, Mozambik, Zimbabwe, dan Tanzania. Tujuan utama dari acara ini adalah memperkuat pemahaman mengenai regulasi, peluang, dan tantangan dalam sektor tambang, serta merancang strategi untuk meningkatkan rantai nilai mineral antara Indonesia dan Afrika. Acara ini juga diharapkan membuka jalan bagi kerja sama yang lebih erat antara kedua belah pihak dalam sektor pertambangan, terutama dalam hal hilirisasi dan praktik pertambangan berkelanjutan yang berfokus pada aspek sosial, ekonomi, dan transparansi.
Salah satu tantangan utama yang disoroti adalah bagaimana Indonesia dapat meminimalkan dampak lingkungan dari kegiatan pertambangan sambil mengoptimalkan nilai ekonomisnya. Adriani Kusumawardani menambahkan, proses hilirisasi tambang bernilai tambah yang diterapkan Indonesia sangat relevan untuk diadopsi oleh negara-negara Afrika, mengingat potensi sumber daya mineral yang melimpah di benua tersebut.
Selama sesi diskusi, berbagai isu dibahas, termasuk pentingnya kolaborasi multi-stakeholder yang efektif dalam sektor tambang, strategi pertambangan yang bertanggung jawab, serta penerapan prinsip ESG (Environment, Social, Governance) dalam pengelolaan sumber daya mineral. Sesi plenary yang dihadiri oleh Dr. Siti Sumilah Rita Susilawati dari Kementerian ESDM dan Vishal Khargam dari Kenya, menyoroti peran penting pemerintah dalam menyusun regulasi yang mendukung hilirisasi dan menarik investasi di sektor mineral.
Pada Panel I, yang membahas “Optimizing Downstream Mining: Enhancing Value and Efficiency”, hadir perwakilan dari PT Freeport, PT Vale, dan Kementerian Mineral Mozambique, yang mengangkat isu-isu terkait rehabilitasi lingkungan, kerja sama global, serta transisi energi dalam pertambangan. Sedangkan Panel II, yang bertajuk “Collaborative Strategies for Securing Critical Mineral Supply”, menampilkan pembicara dari PT Antam dan PT Trinusa Resources yang berbagi pengalaman tentang praktik pertambangan sukses di Indonesia, terutama untuk komoditas emas, tembaga, dan nikel.
CEO Global Renaissance Zimbabwe, Chairman ASMAK (Artisanal and Small Scale Mining Association of Kenya), serta Director Mining and Metals APAC DSS+ turut memaparkan potensi investasi dan kerja sama di bidang hilirisasi mineral dan sumber daya kritis di negara masing-masing.
Acara ditutup oleh Ferry Akbar Pasaribu dari Kemenko Marves RI dan Mangantar S. Marpaung, Ketua Djakarta Mining Club. Para pemangku kepentingan Indonesia berkomitmen untuk melanjutkan kerja sama dengan mitra Afrika, baik di level pemerintah (G to G), bisnis (B to B), maupun kemitraan lainnya.
Workshop ini bukan hanya ajang formalitas, melainkan langkah nyata yang menegaskan betapa pentingnya kerja sama lintas benua di sektor strategis seperti pertambangan. Dengan potensi mineral yang melimpah di Indonesia dan Afrika, kolaborasi ini bisa membuka peluang besar untuk investasi dan pengembangan teknologi hilirisasi. Namun, tantangan terbesar adalah bagaimana memastikan bahwa keuntungan ekonomi juga disertai dengan perlindungan lingkungan yang baik serta manfaat nyata bagi masyarakat lokal. Penerapan prinsip ESG menjadi sangat penting untuk menjadikan pertambangan sebagai sektor yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.
