Inisiatif Delegasi Indonesia di China-ASEAN Expo (CAEXPO) ke-21 di Nanning, Tiongkok, pada 25 September 2024, menjadi ajang penting bagi ASEAN dan Tiongkok untuk memperkuat pembahasan terkait kebijakan hijau dan rantai nilai berkelanjutan. Dalam sesi diskusi bertajuk “Dialogue for China’s Green Policy in CAEXPO 2024,” platform strategis ini mempertemukan berbagai pemangku kepentingan regional untuk berdialog dan berkolaborasi dalam menghadapi tantangan global terkait keberlanjutan.
Sehari sebelumnya, Paviliun Indonesia di CAEXPO-CABIS 2024 secara resmi dibuka oleh Mardyana Listyowati, Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional dari Kementerian Perdagangan. Dalam pidatonya, Mardyana menekankan pentingnya kerja sama multilateral dalam menerapkan kebijakan hijau, terutama di sektor pertanian dan komoditas berkelanjutan. Menurutnya, dialog ini menjadi langkah konkret dalam mendukung China Green Value Chain, kebijakan yang akan diberlakukan mulai 1 Januari 2025.
“Kami berharap kolaborasi ini semakin mempererat hubungan antara pelaku industri pertanian berkelanjutan, terutama dalam menghadapi kebijakan baru yang akan diterapkan di Tiongkok,” jelas Mardyana dalam siaran persnya.
Lebih jauh lagi, Musdalifah Machmud, Staf Ahli Kemenko Perekonomian, menegaskan bahwa penerapan kebijakan hijau sudah menjadi prioritas di Indonesia, bukan sekadar tren. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), strategi berkelanjutan khususnya di sektor pertanian dan komoditas seperti kelapa sawit menjadi fokus utama. Hal ini diperkuat dengan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) yang menurut Musdalifah adalah bukti nyata bahwa Indonesia berkomitmen pada standar keberlanjutan global sambil tetap menjaga daya saing produknya.
Rizal Affandi Lukman, Sekretaris Jenderal Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC), juga menegaskan bahwa kelapa sawit tidak hanya penting untuk perekonomian tetapi juga dalam penyediaan energi berkelanjutan, seperti biodiesel. “Kelapa sawit adalah salah satu tanaman paling efisien dalam menghasilkan minyak nabati, dengan produktivitas lahan yang jauh lebih tinggi dibanding komoditas lainnya,” ujar Rizal. Program B30, yang mewajibkan 30% bahan bakar diesel dicampur dengan biodiesel berbasis kelapa sawit, telah membantu Indonesia mengurangi emisi karbon dan mendukung transisi energi terbarukan.
Dialog Kebijakan Hijau ini juga dihadiri oleh tokoh penting seperti Yonghong Li dari Kementerian Ekologi dan Lingkungan Tiongkok, serta Jin Shang dari WWF China, yang mempertegas pentingnya kolaborasi ASEAN dan Tiongkok dalam menghadapi isu global terkait perubahan iklim dan keberlanjutan. Harapannya, diskusi ini dapat memperkuat kerja sama multilateral untuk menciptakan rantai nilai berkelanjutan di kawasan.
Upaya kolaboratif seperti ini tidak hanya menguntungkan satu negara, tetapi seluruh kawasan. Dalam menghadapi tantangan iklim dan keberlanjutan global, kebijakan hijau dan rantai pasokan berkelanjutan menjadi kunci penting untuk memastikan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan perlindungan lingkungan di masa depan.