Indonesia Tegaskan Komitmen Kuat Atasi Peredaran Narkotika di Sidang ke-67 CND

Pada Pertemuan Antarsesi Ke-3 dalam Sidang Ke-67 Komisi PBB untuk Narkotika yang berlangsung di Wina, Austria pada 12–14 November 2024, Indonesia kembali menunjukkan komitmennya dalam mengatasi tantangan besar terkait peredaran narkotika global. Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Deputi Hukum dan Kerja Sama Badan Narkotika Nasional (BNN), Agus Irianto, menyampaikan pentingnya pendekatan terintegrasi dalam proses penggolongan zat berbahaya, yang melibatkan aspek hukum, riset ilmiah, dan kebijakan kesehatan masyarakat.

Menurut Agus, dalam mengidentifikasi dan menggolongkan zat berbahaya, perlu adanya kolaborasi lintas sektor, terutama dengan para ahli di bidang hukum, ilmu pengetahuan, dan kesehatan. “Penanganan peredaran narkotika kini semakin kompleks, sehingga berbagai sudut pandang harus dipertimbangkan,” ujarnya, menekankan bahwa keahlian dari berbagai pihak sangat diperlukan untuk mengatasi masalah ini secara efektif.

Peran Lembaga Penegak Hukum dan Teknologi Canggih

Agus juga menyoroti peran penting lembaga penegak hukum, khususnya dalam hal pengawasan dan pemahaman terkait peredaran Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif (NPS), terutama di wilayah perbatasan. Beliau mengingatkan bahwa aparat penegak hukum harus proaktif dalam mengumpulkan data hasil penyelidikan serta memanfaatkan teknologi canggih, seperti pemantauan media sosial, untuk menganalisis peredaran NPS yang sering digunakan sebagai saluran distribusi.

“Dalam menghadapi ancaman global ini, kita harus memanfaatkan segala potensi yang ada, termasuk teknologi, untuk meningkatkan pemahaman kita mengenai zat baru yang beredar,” kata Agus, menekankan pentingnya inovasi teknologi dalam menghadapi tantangan yang terus berkembang.

Kerja Sama Internasional dalam Menanggulangi Narkotika Global

Mengantisipasi ancaman NPS lintas negara, Agus juga menekankan pentingnya kerja sama internasional untuk menanggulangi masalah peredaran narkotika global. Ia mengusulkan beberapa langkah konkret yang dapat memperkuat kolaborasi antarnegara, seperti:

  1. Pertukaran informasi terkait regulasi dan kebijakan pengendalian obat-obatan terlarang.
  2. Berbagi data secara real-time mengenai temuan-temuan baru tentang NPS.
  3. Peningkatan kapasitas aparat penegak hukum dan forensik, agar lebih siap menghadapi perkembangan teknologi dalam peredaran narkotika.
  4. Penguatan hubungan dengan lembaga internasional seperti Interpol dan UNODC untuk meningkatkan koordinasi dalam menangani peredaran NPS di tingkat global.

Agus juga mengusulkan pembangunan pusat penelitian toksikologi yang fokus pada studi zat berbahaya baru yang beredar di pasar gelap. Dengan memperbarui peralatan dan teknologi, pusat tersebut diharapkan bisa lebih cepat mendeteksi dan menganalisis zat baru yang terus bermunculan, sehingga mampu mengklasifikasikan NPS secara lebih akurat.

Pentingnya Kebijakan Adaptif dan Berbasis Data

Di akhir intervensinya, Agus mengharapkan bahwa hasil diskusi dalam sesi tematik ini dapat memperkuat kerja sama global dalam mengatasi tantangan baru terkait narkotika. Ia juga mendorong pengembangan kebijakan yang lebih adaptif dan berbasis data ilmiah, agar lebih efektif dalam menanggulangi masalah peredaran NPS yang semakin meluas.

Indonesia jelas menunjukkan bahwa penanggulangan narkotika global membutuhkan kerja sama multidisipliner yang melibatkan teknologi, ilmu pengetahuan, serta koordinasi antarnegara. Dengan pendekatan yang lebih inovatif dan kolaboratif, kita bisa berharap agar ancaman narkotika, yang semakin canggih dan sulit dikendalikan, dapat diatasi dengan cara yang lebih efektif dan berkelanjutan.

Share this post :

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Create a new perspective on life

Your Ads Here (365 x 270 area)
Latest News
Categories

Subscribe our newsletter

Purus ut praesent facilisi dictumst sollicitudin cubilia ridiculus.

Home
Search
Explore
Menu
×