Jika Anda penggemar wisata religi, terutama di bulan Ramadan, maka Masjid Agung Keraton Sumenep adalah destinasi yang wajib masuk dalam daftar kunjungan Anda. Masjid ini menawarkan pengalaman spiritual yang tidak hanya mendalam, tetapi juga menyuguhkan nuansa sejarah dan budaya yang kaya. Setiap pengunjung dijamin akan merasakan sensasi yang berbeda saat menapakkan kaki di dalamnya.
Meskipun pintu masjid ini terbuka sepanjang waktu, ada momen khusus yang akan memberikan pengalaman lebih berkesan, yakni saat perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW. Pada perayaan ini, masyarakat setempat memiliki tradisi unik, yaitu menggelar acara makan bersama atau yang dikenal sebagai selametan. Tradisi ini bukan sekadar ajang berbagi makanan, tetapi juga mencerminkan nilai kebersamaan dan semangat gotong royong yang begitu kental di kalangan warga Sumenep.
Sajian utama dalam selametan ini adalah nasi kebuli, hidangan khas yang menggabungkan cita rasa rempah dari Timur Tengah dengan sentuhan khas Sumenep. Aroma khas rempah-rempah yang kuat serta rasa gurih yang menggoda menjadikan nasi kebuli sebagai hidangan istimewa yang dinanti-nanti setiap tahunnya. Tak heran, tradisi ini kini telah menjadi agenda tahunan yang terus dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat setempat, termasuk pada tahun ini.
Namun, daya tarik Masjid Agung Keraton Sumenep tidak hanya terletak pada tradisinya yang unik. Masjid ini juga menyimpan pesona arsitektur yang luar biasa. Dibangun pada masa pemerintahan Panembahan Somala, penguasa Negeri Sungenep ke-31, masjid ini termasuk dalam jajaran 10 masjid tertua di Nusantara. Menariknya, arsitek yang merancangnya adalah seorang keturunan Tionghoa bernama Lauw Pia Ngo, yang juga bertanggung jawab atas pembangunan Keraton Sumenep.
Meskipun tidak banyak literatur yang mengulas secara rinci tentang Lauw Pia Ngo, hasil karyanya berbicara lebih lantang daripada kata-kata. Desain masjid ini menunjukkan perpaduan harmonis dari berbagai budaya, mencerminkan tingginya cita rasa seni sang arsitek. Sentuhan arsitektur Tionghoa dapat terlihat jelas pada desain gerbang utama masjid yang dibangun dengan dinding panjang, menciptakan kesan kokoh dan megah layaknya Tembok Besar China.
Tak hanya unsur Tionghoa, pengaruh budaya Eropa, Jawa, dan Madura juga terasa dalam setiap sudut bangunan. Interior masjid, khususnya dinding mimbar, mihrab, dan maksurah, dilapisi dengan porselen khas Tiongkok, memberikan sentuhan elegan dan bernilai seni tinggi. Sementara itu, unsur budaya Jawa tampak jelas pada bentuk atapnya, dan warna-warna cerah yang menghiasi pintu serta jendela masjid mencerminkan ciri khas budaya Madura.
Pagar tembok yang mengelilingi masjid bukan sekadar elemen dekoratif, tetapi memiliki filosofi mendalam. Tujuannya adalah agar jemaah dapat lebih fokus dalam beribadah dan mendengarkan khotbah tanpa gangguan dari luar. Sementara itu, gerbang utama masjid dirancang dalam bentuk gapura yang memiliki makna simbolis. Sang panembahan ingin menyampaikan pesan kepada rakyatnya agar selalu menjaga keteguhan dalam menjalankan ibadah.
Di bagian atas gapura, terdapat ornamen unik berupa dua lubang tanpa penutup, yang diibaratkan sebagai mata manusia yang terus mengamati sekelilingnya. Lebih ke atas lagi, terdapat ornamen segi lima yang memanjang, melambangkan seorang manusia yang duduk dengan khusyuk menghadap kiblat. Tak hanya itu, salah satu simbol yang cukup menarik perhatian adalah ornamen berbentuk rantai, yang menyiratkan pesan penting bagi umat Islam: menjaga ukhuwah islamiyah agar tetap erat dan tidak tercerai-berai.
Begitu banyak nilai sejarah, budaya, dan spiritual yang tersimpan dalam Masjid Agung Keraton Sumenep, menjadikannya bukan sekadar tempat ibadah, tetapi juga warisan budaya yang berharga. Jadi, mengapa masih ragu? Ayo, jadwalkan kunjungan ke Masjid Agung Sumenep dan nikmati pengalaman wisata religi yang penuh makna di bulan Ramadan ini. Selain mendapatkan ketenangan spiritual, Anda juga bisa menyelami kekayaan sejarah dan tradisi yang telah diwariskan turun-temurun di Pulau Madura.