Indonesia terus memperkuat komitmennya dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan transisi energi, dengan fokus utama pada pengurangan emisi karbon dan pelestarian lingkungan. Isu ini kembali mendapat sorotan global melalui pidato Presiden Prabowo Subianto pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang berlangsung di Museu de Arte Moderna, Rio de Janeiro, Brasil, pada 19 November 2024.
Dalam forum bergengsi itu, Presiden Prabowo menyoroti dampak serius perubahan iklim terhadap negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. “Indonesia telah mencapai 50 persen dari target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) hingga 2022,” ujarnya dengan optimisme. Namun, ia juga mengingatkan bahwa keberhasilan ini membutuhkan kontribusi kolektif dari seluruh negara G20. “Upaya kita di Indonesia tidak cukup. Aksi kolektif dari G20 sangat diperlukan,” tegasnya, menantang komitmen global untuk bertindak nyata.
Data terbaru menunjukkan bahwa Indonesia berhasil menurunkan emisi karbon dari bahan bakar fosil pada 2023 menjadi 733,2 juta ton, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Capaian ini tentu menjadi kabar baik di tengah meningkatnya kekhawatiran global atas lonjakan emisi karbon.
Namun, tantangan tetap ada, terutama dari sektor penggunaan lahan. Indonesia, bersama Brasil dan Republik Demokratik Kongo, menyumbang sekitar 60 persen dari total emisi karbon dioksida (CO2) akibat alih fungsi lahan. Fenomena ini menjadi pengingat bahwa upaya mitigasi harus mencakup seluruh sektor, tidak hanya energi.
Nadia Hadad, Direktur Eksekutif MADANI Berkelanjutan, mengapresiasi langkah Indonesia melalui inisiatif FOLU Net Sink 2030, yang menargetkan penyerapan emisi karbon di sektor kehutanan dan lahan. Namun, ia juga menekankan pentingnya sinkronisasi kebijakan energi dan lingkungan. “Kebijakan yang saling bertolak belakang hanya akan menghambat target emisi,” ungkapnya.
Sementara itu, Novita Indri dari Trend Asia menggarisbawahi bahwa Indonesia harus bekerja lebih keras untuk memenuhi target Perjanjian Paris. “Tantangan kita adalah memastikan kebijakan ini tidak hanya terlihat ambisius, tetapi juga nyata dalam implementasinya,” tambahnya.
Di level global, tantangan semakin besar. Emisi karbon dari bahan bakar fosil diproyeksikan mencapai rekor tertinggi 37,4 miliar ton pada 2024, meningkat 0,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pierre Friedlingstein dari Global Systems Institute, Universitas Exeter, memperingatkan bahwa dunia kehabisan waktu untuk menjaga pemanasan global di bawah 2°C dari tingkat pra-industri. “Kita menghadapi lebih dari 40 miliar ton CO2 setiap tahun. Tindakan tegas dan cepat adalah satu-satunya cara untuk mencapai net zero,” serunya.
Fenomena El Niño pada 2023-2024 juga memperburuk situasi dengan memicu kekeringan, deforestasi, dan kebakaran hutan, yang pada gilirannya meningkatkan emisi karbon dari sektor penggunaan lahan.
Meskipun Indonesia telah mencatat beberapa keberhasilan, pekerjaan rumah besar masih menanti. Berikut adalah beberapa langkah strategis yang dapat memperkuat upaya mitigasi:
- Percepatan Rehabilitasi Lahan
Pemerintah perlu mempercepat pemulihan lahan kritis untuk menekan emisi akibat deforestasi. Program-program berbasis masyarakat, seperti penghijauan dan perlindungan kawasan hutan, harus digencarkan. - Transisi ke Energi Terbarukan
Indonesia telah memulai langkah ke arah energi terbarukan, tetapi implementasinya perlu dipercepat. Mengurangi ketergantungan pada energi fosil adalah langkah krusial untuk menekan emisi di sektor energi. - Memperkuat Kolaborasi Internasional
Forum global seperti G20 dan COP menjadi platform penting untuk mendorong kerja sama dalam pengurangan emisi karbon. Indonesia dapat memimpin dengan memberikan contoh nyata dalam implementasi kebijakan. - Sinkronisasi Kebijakan Energi dan Lingkungan
Kebijakan yang inklusif, dengan pendekatan lintas sektor, diperlukan untuk memastikan bahwa tujuan pengurangan emisi tidak saling bertabrakan.
Komitmen Indonesia terhadap pembangunan berkelanjutan dan penurunan emisi karbon adalah langkah positif yang patut diapresiasi. Namun, kerja keras belum selesai. Tantangan besar, baik di tingkat nasional maupun global, menuntut aksi nyata dan keberanian untuk berinovasi.
Melalui semangat kolektif dan kepemimpinan visioner, Indonesia berpotensi menjadi pionir dalam transisi energi global. Dengan langkah yang tepat, visi net zero emissions tidak hanya akan menjadi cita-cita, tetapi juga kenyataan demi masa depan bumi yang lebih hijau dan layak huni bagi generasi mendatang. Kita semua memiliki peran dalam perjalanan ini. Apakah kita siap menjawab tantangan tersebut?