Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, memberikan dukungan penuh terhadap komitmen Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dalam upaya mencegah perkawinan anak. Komitmen ini ditandai dengan penandatanganan kesepakatan bersama antara berbagai pihak, termasuk Ketua Pengadilan Tinggi Agama NTB, Kepala Kantor Kementerian Agama NTB, Ketua Majelis Ulama Indonesia NTB, kepala desa/lurah, serta tokoh adat dan agama lainnya.
Dukungan ini diarahkan untuk menanggapi tren meningkatnya perkawinan anak di NTB, meskipun secara nasional terjadi penurunan angka perkawinan anak. Melalui kesepakatan tersebut, diharapkan langkah konkret dapat diambil untuk mencegah perkawinan anak sampai ke tingkat masyarakat dengan menerapkan sanksi sosial.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, meskipun angka perkawinan anak di Indonesia secara keseluruhan mengalami penurunan, namun di NTB justru mengalami kenaikan. Menteri PPPA menyoroti kebijakan responsif yang telah ada di NTB untuk mencegah perkawinan anak, seperti Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Gubernur (Pergub), serta pembentukan Satuan Tugas Pencegahan Perkawinan Anak (Satgas PPA).
Deklarasi dan komitmen pencegahan perkawinan anak dari berbagai tokoh masyarakat, adat, dan agama di NTB dianggap penting untuk memastikan implementasi kebijakan yang ada hingga ke tingkat masyarakat. Langkah-langkah seperti pemberian sanksi sosial oleh tokoh masyarakat dan agama, serta pembuatan regulasi desa yang mengatur sanksi administratif, diharapkan dapat efektif dalam mencegah praktik perkawinan anak.
Menteri PPPA menekankan pentingnya sosialisasi terhadap masyarakat mengenai upaya pencegahan perkawinan anak, yang seharusnya dilakukan oleh kepala desa, lurah, dan tokoh agama di lingkungannya. Kolaborasi lintas sektor juga dianggap krusial dalam menangani isu kompleks ini.
Pj Gubernur Provinsi NTB, Lalu Gita Ariadi, menyambut baik upaya dari Kemen PPPA dalam membantu mencegah perkawinan anak di NTB, dan menggarisbawahi pentingnya intervensi terhadap desa-desa dengan tingkat perkawinan anak yang tinggi.
Kepala Dinas PPPA Kota Mataram, Dewi Mardiana Ariany, menyoroti pentingnya tindakan tegas dari aparat penegak hukum dan pengadilan agama dalam menangani kasus perkawinan anak yang mengatasnamakan budaya setempat. Sementara itu, perwakilan dari Islamic Center, Diana, menekankan pentingnya monitoring dan evaluasi terhadap keberhasilan program pencegahan perkawinan anak untuk mencapai tujuan penurunan angka perkawinan anak.