Program Reforma Agraria telah menjadi prioritas utama dalam dua periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebagai bagian dari Nawacita dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, kebijakan ini juga terus berlanjut dalam periode kedua pemerintahan Jokowi melalui Visi Indonesia Maju dan RPJMN 2020-2024. Tujuan besar dari Reforma Agraria ini adalah untuk menciptakan pemerataan akses terhadap tanah, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan mendukung sektor pertanian yang berkelanjutan.
Pada awalnya, program ini bertujuan membagikan 9 juta hektare tanah untuk pertanian. Namun, seiring berjalannya waktu, fokusnya sedikit berubah, dengan pembagian tanah yang kini terdiri dari dua komponen: legalisasi aset dan redistribusi tanah, masing-masing dengan target 4,5 juta hektare. Legalisasi aset mencakup 3,9 juta hektare tanah milik warga dan 0,6 juta hektare tanah transmigrasi. Sementara itu, redistribusi tanah meliputi pelepasan kawasan hutan dan lahan eks hak guna usaha (HGU), dengan tujuan mendistribusikan kembali tanah kepada masyarakat yang membutuhkan.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melaporkan bahwa, sejauh ini, legalisasi aset sudah melampaui target dengan total 10,7 juta hektare, yang berarti tercapai 238 persen dari target yang ditetapkan. Dari sisi jumlah bidang tanah, Indonesia juga mencatatkan lonjakan signifikan, dengan lebih dari 117 juta bidang tanah terdaftar, meningkat 250 persen dibandingkan pada 2017 yang hanya mencapai 46 juta bidang.
Namun, dalam hal redistribusi tanah, pemerintah mengakui bahwa target belum sepenuhnya tercapai. Dari target pelepasan 4,1 juta hektare kawasan hutan, baru 1,8 juta hektare yang terealisasi. Hal ini menunjukkan tantangan besar dalam mengelola kawasan hutan yang terlibat dalam program reforma agraria, terutama terkait dengan koordinasi antar kementerian dan instansi.
Sebagai langkah percepatan, pada Oktober 2024, pemerintah membentuk Tim Percepatan Reforma Agraria yang melibatkan unsur-unsur baru, seperti Kejaksaan Agung, Kepolisian RI, dan TNI. Tim ini bertujuan untuk mempercepat implementasi reforma agraria, yang juga merupakan salah satu fokus utama dalam program kerja Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, yang disampaikan dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR RI pada 30 Oktober 2024.
Program 100 hari pertama kementerian ATR/BPN di bawah kepemimpinan Nusron Wahid mencakup delapan program prioritas. Salah satunya adalah penataan ulang sistem pemberian, perpanjangan, dan pembaharuan Hak Guna Usaha (HGU), dengan fokus pada keadilan dan pemerataan. Program lainnya termasuk penyelesaian pendaftaran dan sertifikasi HGU untuk 537 perusahaan kelapa sawit yang sudah memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) namun belum memiliki HGU. Ini merupakan langkah penting dalam menertibkan sektor perkebunan yang memiliki dampak besar pada ekonomi, serta menghindari potensi konflik dengan masyarakat.
Menteri Nusron juga menekankan pentingnya menyelesaikan pendaftaran tanah ulayat untuk masyarakat hukum adat dan mengelola tanah wakaf secara produktif untuk kepentingan umat. Program lainnya adalah memastikan target 120 juta bidang tanah terdaftar pada 2024 dan mempercepat pembentukan kantor pertanahan di seluruh kabupaten/kota di Indonesia.
Selain itu, kementerian juga bekerja untuk mengintegrasikan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dengan sistem Online Single Submission (OSS), dan menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Semua langkah ini bertujuan untuk menciptakan sistem pertanahan yang lebih tertib dan adil, serta mendukung pembangunan yang berkelanjutan.
Pemerintah terus berusaha mengatasi tantangan besar dalam Reforma Agraria, namun langkah-langkah yang telah diambil menunjukkan komitmen kuat untuk mewujudkan pemerataan tanah yang lebih baik. Kolaborasi antara berbagai pihak, termasuk kementerian dan lembaga, serta masyarakat, menjadi kunci keberhasilan program ini. Dengan mempercepat proses redistribusi tanah dan memperkuat koordinasi antarinstansi, Reforma Agraria diharapkan dapat memberikan manfaat yang lebih luas, tidak hanya bagi masyarakat yang membutuhkan tanah, tetapi juga bagi perekonomian dan pembangunan nasional secara keseluruhan.