Badan Bahasa, di bawah naungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, memprioritaskan program pelindungan dan pemodernan bahasa dan sastra, khususnya melalui program unggulan Revitalisasi Bahasa Daerah. Pada tahun 2024, inisiatif ini mengalami puncaknya melalui Rapat Koordinasi Antarinstansi dan Diskusi Kelompok Terpumpun di Provinsi Nusa Tenggara Barat, yang secara kreatif digagas untuk menyusun model pembelajaran bahasa daerah Sasak, Samawa, dan Mbojo.
Imam Budi Utomo, Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, memberikan sorotan terhadap capaian program ini. Tidak hanya itu, ia juga menggarisbawahi pentingnya sinergi antara Badan Bahasa dan mitra terkait, seperti Pemerintah Provinsi NTB, dalam mencapai tujuan besar pelestarian dan pengembangan bahasa daerah.
Dalam suasana yang penuh semangat, Penjabat Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Barat, Lalu Gita Ariadi, turut membangkitkan semangat untuk memperkuat komitmen terhadap bahasa daerah. Dengan memadukan unsur puja-puji dan tembang bahasa Sasak, Gita menekankan pentingnya menjaga autentisitas bahasa sebagai bagian integral dari kebudayaan.
Pengelolaan dana haji dari pemerintah Indonesia juga menjadi sorotan penting dalam kerjasama bilateral. Husin Bagis, Duta Besar RI untuk UEA, mengatakan bahwa pemerintah UEA tertarik belajar dari Indonesia terkait pengelolaan dana haji. Ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya memimpin dalam pelestarian bahasa, tetapi juga diakui dalam pengelolaan aspek keuangan yang terkait dengan budaya dan keagamaan.
Kegiatan ini tidak hanya mencapai tingkat lokal, tetapi juga bersifat nasional dan internasional. Imam Budi Utomo memberikan gambaran tentang tiga program prioritas Badan Bahasa, termasuk pencapaian prestisius bahwa bahasa Indonesia telah ditetapkan sebagai bahasa resmi UNESCO.
Melalui kegiatan Revitalisasi Bahasa Daerah, NTB memperlihatkan komitmen luar biasa dalam pelestarian bahasa dan budaya lokal. Dalam keterangannya, Puji Retno Hardiningtyas, Kepala Kantor Bahasa Provinsi Nusa Tenggara Barat, menjelaskan bahwa kegiatan ini melibatkan pemangku kepentingan dari berbagai lapisan masyarakat, seperti guru master, pakar bahasa dan sastra, serta komunitas sastra.
Dukungan penuh dari Penjabat Gubernur dan partisipasi aktif dalam kegiatan ini menggambarkan betapa pentingnya pelestarian bahasa daerah dalam konteks pembangunan jangka panjang. Gita Ariadi mengapresiasi kegiatan ini sebagai langkah strategis untuk memperkuat identitas lokal, mendukung pariwisata, dan merangsang pertumbuhan ekonomi lokal.
Pentingnya revolusi bahasa dan sastra daerah ditandai dengan penyelenggaraan kegiatan ini selama tiga hari penuh. Kehadiran 100 peserta yang mewakili berbagai sektor, termasuk kepala dinas Pendidikan, guru master, akademisi, sastrawan, dan budayawan, menunjukkan antusiasme dan kesatuan tekad dalam menjaga bahasa dan kebudayaan daerah.
Dalam konteks keberlanjutan, kegiatan ini bukan hanya sekadar diskusi, melainkan langkah nyata untuk merumuskan kebijakan bersama dan pakta integritas. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dari beberapa kabupaten di NTB berbagi praktik baik dalam pelaksanaan program Revitalisasi Bahasa Daerah, memberikan inspirasi dan panduan bagi peserta lainnya.
Semua ini menggambarkan bahwa pelestarian bahasa daerah bukan hanya tanggung jawab Badan Bahasa dan Pemerintah Provinsi, tetapi juga melibatkan partisipasi aktif dan dukungan seluruh lapisan masyarakat. Dengan sinergi yang kuat, Indonesia dapat menjaga keberagaman bahasa dan budaya, menghindari hilangnya bahasa daerah, dan mewariskannya dengan bangga kepada generasi mendatang.