Dalam rapat Dewan Komisioner Bulanan yang diadakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2 Mei 2024, diputuskan bahwa stabilitas sektor jasa keuangan nasional tetap terjaga dengan baik, dengan kinerja intermediasi yang berkontribusi positif. Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menyampaikan dalam konferensi pers virtual di Jakarta pada Senin (13/5/2024), bahwa kondisi ini didukung oleh likuiditas yang memadai dan tingkat permodalan yang kuat, meskipun ada peningkatan ketidakpastian global akibat ketegangan geopolitik dan penurunan inflasi yang tidak sesuai ekspektasi pasar, sehingga menekan pasar keuangan.
Mahendra juga menyoroti perlambatan ekonomi di Amerika Serikat, dengan GDP yang turun sebesar 1,6 persen qtq dari sebelumnya 3,4 persen, penurunan terendah dalam dua tahun terakhir akibat peningkatan impor yang signifikan. Meski begitu, kinerja ekonomi AS masih menunjukkan penguatan yang melebihi ekspektasi, yang membuat prediksi pemotongan suku bunga Fed Funds Rate (FFR) semakin berkurang.
Berbeda dengan AS, Bank Sentral Eropa (ECB) dan Bank of England (BOE) dihadapkan pada dilema antara pertumbuhan yang rendah dan inflasi yang masih tinggi di Eropa. Namun, pasar memperkirakan bahwa kedua bank sentral tersebut mungkin akan menurunkan suku bunga untuk mendorong pertumbuhan.
Di Tiongkok, beberapa indikator ekonomi menunjukkan hasil yang lebih baik dari ekspektasi pasar, meskipun masih ada pelemahan permintaan domestik. Pemerintah Tiongkok masih cenderung menerapkan kebijakan fiskal dan moneter yang akomodatif untuk menangani situasi ini.
Di sisi perekonomian domestik Indonesia, Mahendra menjelaskan bahwa inflasi inti mengalami peningkatan, mengindikasikan pemulihan permintaan selama periode Pemilu dan Ramadan. Sektor manufaktur juga menunjukkan peningkatan kinerja, didorong oleh naiknya volume pesanan dan produksi baru. Pertumbuhan ekonomi Q1 2024 meningkat menjadi 5,11 persen yoy dari 5,04 persen yoy pada Q4 2023, terutama didorong oleh peningkatan konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) yang tumbuh sebesar 24,3 persen dan konsumsi pemerintah yang meningkat 19,9 persen.
Mahendra menambahkan bahwa ke depan, perlu diwaspadai potensi normalisasi pertumbuhan ekonomi setelah berakhirnya periode pemilu dan Ramadan, serta berlanjutnya normalisasi harga komoditas yang bisa menekan pertumbuhan ekspor.
Dengan mempertimbangkan semua faktor ini, jelas bahwa stabilitas sektor jasa keuangan Indonesia tetap kuat meski menghadapi tantangan global. Upaya terus-menerus dalam menjaga likuiditas dan permodalan yang memadai akan sangat penting untuk memastikan bahwa sektor ini tetap tangguh di masa depan.